TRIBUNNEWS.COM, RIAU- Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman meminta agar Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon tidak asal bicara.
Effendi sebelumnya mengungkapkan ketidakharmonisan antara Jenderal Dudung dengan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.
Baca juga: Minta Waktu Bertemu Jenderal Dudung, Effendi Simbolon Akui Belum Direspons, Siap Menghadap Sendiri
Effendi bahkan mengatatakan TNI seperti gerombolan ormas.
"Kalau tidak tahu, tidak paham tentang fakta dan bukti sebenarnya, jangan asal bicara. Jangan asal bicara, karena itu menyakitkan (hati) seluruh prajurit," ujar Dudung seusai peluncuran program ketahanan pangan bersama Pertamina Hulu Rokan di Kabupaten Bengkalis, Rabu (14/9/2022).
Dudung mengatakan Effendi Simbolon punya hak menyampaikan pendapat sebagai anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Namun, Effendi diharapkan mempertimbangkan harga diri TNI saat melontarkan pendapat.
"Memang beliau punya hak konstitusional sebagai anggota dewan, tapi kami TNI, khususnya TNI Angkatan Darat punya kehormatan dan harga diri," kata mantan Pangdam Jaya itu.
Pernyataan Effendi yang menyebut TNI AD lebih parah dari organisasi kemasyarakatan, disebut Dudung telah menyakiti perasaannya.
Baca juga: Sempat Bantah Pimpinan TNI AD Instruksi Respon Effendi Simbolon, Ini Pernyataan Lengkap KSAD Dudung
Apalagi, ucapan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu dianggapnya tidak sesuai dengan kenyataan.
Kendati demikian, Dudung menganggap pernyataan Effendi tidak mewakili DPR dan partainya.
Pasalnya, PDI P disebut merupakan partai yang dekat dengan TNI.
Isu ketegangan dengan Panglima TNI
Lebih lanjut, Dudung menegaskan TNI tetap dalam keadaan solid. Dia mengakui punya beberapa perbedaan pandangan dengan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, tapi itu dianggap sebagai hal biasa.
Baca juga: Kapolri Beri Tanda Kehormatan Bintang Bhayangkara Utama ke KSAD Jenderal Dudung Abdurachman
"Kalau saya dengan Pak Andika (Panglima TNI) ada perselisihan sedikit itu biasa, perbedaan itu biasa. Pejabat lama dengan pejabat baru itu biasa. Siapa pun, di sini ada bupati, wakil bupati berbeda itu biasa," ujar Dudung.