Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi memandang polemik antara Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman dan Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon semestinya tidak akan mempengaruhi proses pergantian Panglima TNI.
Namun demikian, hal tersebut dapat terjadi dengan catatan bahwa polemik tersebut memang sesuatu yang alamiah dan bukan bentuk politisasi yang ditujukan mengganggu proses pergantian Panglima TNI.
Sebagaimana diketahui, Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa akan memasuki masa pensiun akhir tahun ini.
Secara normatif, saat ini hanya ada tiga Perwira Tinggi TNI yang berpeluang menggantikannya yakni KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman, KSAL Laksamana TNI Yudo Margono, dan KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo.
Baca juga: Ponsel Effendi Simbolon Berdering 24 Jam, Data Pribadi Disebar hingga Ada Ancaman Nyawa
"Menurut saya, polemik Dudung-Effendi itu mestinya tidak akan berdampak pada proses pergantian Panglima TNI," kata Fahmi ketika dihubungi Tribunnews.com pada Jumat (16/9/2022).
"Tentunya dengan catatan, jika polemik itu memang sesuatu yang alamiah, bukan bentuk politisasi yang memang ditujukan untuk mengganggu proses tersebut," sambung dia.
Menurutnya, publik tidak perlu berprasangka.
Bagaimanapun, lanjut dia, nanti bisa dilihat, apakah polemik tersebut sesuatu yang alamiah atau by design (dirancang).
"Mengingat pangkal persoalannya adalah sebuah pernyataan yang dinilai tidak bijak dan menyakiti perasaan prajurit," kata dia.
Respons kelembagaan, kata dia, mestinya tidak impulsif, melainkan merujuk pada ketentuan perundang-undangan.
Karena polemik tersebut berkaitan dengan kelembagaan dan hubungan antarlembaga negara, menurutnya langkah berikutnya adalah menghentikan reaksi para prajurit setelah Effendi meminta maaf secara terbuka.
Menurutnya hal tersebut bukan sesuatu yang sulit.
Baca juga: SOSOK Jenderal yang Dampingi KSAD Jenderal Dudung Tanggapi Maaf Effendi Simbolon
"Saya yakin, asalkan pimpinan perintahkan berhenti, masak prajurit nggak loyal perintah pimpinan?" kata Fahmi.
Menurutnya hal yang menjadi prioritas adalah memperbaiki hubungan antarlembaga tersebut.
Prajurit dan publik menurutnya tidak perlu ditarik-tarik untuk cawe-cawe, jika masih ada problem personal antara Dudung dan Effendi.
Ia mengatakan ketidakcocokan personal itu mungkin terjadi di manapun dan pada siapapun.
Menurutnya hal tersebut bukanlah masalah, sepanjang masing-masing tetap menjalankan peran dan fungsinya dengan baik serta memahami batasan kewenangan dan tanggungjawabnya.
Para pimpinan TNI, kata dia, harus mampu menunjukkan kemampuan dan kematangannya dalam mengarahkan dan mengendalikan para prajurit.
Para legislator, harus lebih bijak dalam penyampaian pendapat terbuka karena pesan yang sama bisa ditangkap secara berbeda oleh orang yang berbeda maupun pada situasi yang berbeda.
"Lantas bagaimana jika polemik ternyata terus berlanjut, meluas dan melibatkan lebih banyak pihak? Ya menurut saya itu akan menandakan bahwa polemik ini tidak lagi alamiah, melainkan sudah dipolitisasi serta memiliki motif, kepentingan dan tujuan," kata Fahmi.
Faktanya, sampai hari ini, meskipun yang dituding oleh Effendi adalah TNI secara umum, namun reaksi luas hanya terjadi di TNI AD.
Baca juga: TNI AD Terima Permintaan Maaf Effendi Simbolon, Dudung Perintahkan Jajarannya Setop Sampaikan Protes
"Apakah yang lain tidak merasa tersinggung atau tersakiti? Saya kira sama saja. Mungkin perbedaannya ada pada pengendalian dan itikad untuk memahami batasan cara bertindak," kata Fahmi.
Terkini, Effendi Simbolon telah meminta maaf secara terbuka di ruang Fraksi PDIP Kompleks Parlemen Senayan Jakarta terkait pernyataannya tenrang TNI yang memicu protes dari sejumlah prajurit TNI AD melalui media sosial.
Sehari setelahnya, Dudung menggelar konferensi pers di Markas Besar TNI Angkatan Darat Jakarta Pusat dan menyatakan jajarannya telah memaafkan Effendi.
Keduanya juga telah bersedia untuk melakukan pertemuan.
Namun demikian, hingga saat ini belum bisa dipastikan kapan dan di mana pertemuan itu akan berlangsung.