Tim hukum Lukas Enembe, Roy Rening menyebut penetapan tersangka terhadap kliennya merupakan bentuk kriminalisasi.
Dikutip dari Tribun Papua, Roy mengatakan telah ada tiga usaha kriminalisasi yang dilakukan selama Lukas Enembe menjadi Gubernur Papua.
"Pak Gubernur sudah tiga kali mengalami kriminalisasi, yang pertama dana beasiswa 2017-2018 di Bareskrim Mabes Polri. Kedua OTT gagal di Hotel Borobudur, lalu yang sekarang penetapan tersangka tanpa prosedur," ujar Roy.
Baca juga: Gubernur Papua Lukas Enembe Ditetapkan Jadi Tersangka, KPK: Penyidikan Sedang Berjalan
Kemudian ketika ditawari oleh KPK berupa fasilitas pengobatan kepada Lukas Enembe, Roy mengaku kliennya tidak memerlukan.
"Terima kasih kepada KPK yang (mau) memfasilitasi Pak Gubernur, tapi perlu saya ingatkan bahwa Bapak Gubernur sudah difasilitasi Pemda untuk pengobatan."
"Jadi, saya kira KPK tidak perlu berbaik hati karena semua fasilitasnya sudah dibiayai oleh APBD Provinsi Papua," kata Roy.
Tokoh Adat Papua Minta Jokowi Perintah KPK Hentikan Kasus Lukas Enembe
Tokoh adat Papua, Ramses Wally meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi perintah kepada KPK untuk menghentikan kasus dugaan gratifikasi Lukas Enembe.
Dikutip dari Tribun Papua, penetapan tersangka terhadap Lukas Enembe membuat publik Bumi Cendrawasih gaduh.
"Belum ada tahapan pemeriksaan, tiba-tiba KPK langsung menetapkan LE sebagai tersangka. Jadi pertanyaan, kenapa bisa terjadi demikian," ujarnya Sabtu (17/9/2022).
Ramses mengatakan seharusnya KPK mengedepankan asas praduga tak bersalah terhadap Lukas Enembe.
Baca juga: Ungkap Kondisi Kesehatan Lukas Enembe Pasca Dicekal, Tim Dokter Kini Lebih Ekstra Lakukan Pengawasan
Selanjutnya, katanya, KPK dapat melanjutkan tahapan setelahnya hingga penentuan status tersangka atau tidak.
"Saya pikir apa yang dilakukan KPK bisa menimbulkan persoalan, sebab bicara soal Pak Lukas Enembe, berarti bicara tentang Papua," ujarnya.
Karena itu, Ramses meminta Jokowi memerintahkan KPK agar menghentikan pemeriksaan terhadap Lukas Enembe.
"Label tersangka ini lebih baik dicabut. Jangan-jangan ada kepentingan dan permainan yang tidak sehat," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Rizki Sandi Saputra)(Tribun Papua/Calvin Louis Erari/Paul Manaharan Tambunan)