News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Layangkan Uji Materiil ke MK, Feri Amsari Minta Majelis Hakim Hapus Satu Frasa di UU Pengadilan HAM

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang perdana pengujian materiil terkait Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 Pasal 5 yang disiarkan secara langsung dari YouTube MK, Senin (26/9/2022).

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota kuasa hukum pemohon Feri Amsari menyampaikan, pihaknya meminta kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mempertimbangkan isi Pasal 5 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000.

Dalam permohonannya itu, Feri Amsari meminta kepada majelis hakim MK untuk sedianya menghapus frasa 'oleh warga negara Indonesia' pada UU tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Pasal 5 yang menjadi problematika di dalam pengujian ini yang mulia pada dasarnya kalau kita bicarakan soal tanggungjawab negara memang ini perlu dipertimbangkan oleh yang mulia untuk dihapuskan frasa 'oleh warga negara Indonesia'," kata Feri Amsari dalam sidang perdana di ruang sidang MK, yang disiarkan secara daring, Senin (26/9/2022).

Ketua Pukat UGM itu lantas membacakan isi dari Pasal 5 UU Nomor 26 tahun 2000 yang dinilainya problematik tersebut.

"Karena bunyi lengkap dari pasal 5 itu kurang lebih adalah, 'pelaku pelanggaran hak asasi manusia berat dapat diadili dalam pengadilan Indonesia, meskipun dia terjadi di luar wilayah Indonesia, oleh warga negara Indonesia'," tuturnya.

Baca juga: Sejumlah Aktivis HAM Ajukan Permohonan Uji Materil ke MK soal UU Pengadilan HAM

Penggunaan frasa 'oleh warga negara Indonesia' tersebut kata dia telah menghilangkan prinsip tanggung jawab negara di daerah-daerah yang pelaku kejahatannya melibatkan negara.

Padahal kata dia, jika menilik amanat konstitusi negara, pemerintah dalam hal ini negara harus memastikan siapapun manusia dan tak terbataskan oleh wilayah negara.

"Bahwa ada tanggungjawab dari negara untuk melindungi korban dan masyarakat dalam kejahatan-kejahatan masif dan sistemik terkait dengan Hak Asasi Manusia," kata dia.

Permohonan ini berangkat dari peristiwa di Myanmar yang di mana kata Feri, terdapat banyak masyarakat sipil di sana yang memerlukan tindakan negara perihal perjuangan hak asasi manusia.

Baca juga: Wakil Ketua MK Nilai Advokat Memiliki Peran Strategis untuk Mewujudkan Keadilan

Di mana dalam kasus di Myanmar adanya kudeta oleh Junta Militer Myanmar dengan melakukan kekerasan terhadap masyarakat sipil.

Bahkan tak jarang dari masyarakat termasuk etnis Rohingya yang meninggal dan mengungsi.

"Sebagaimana yang mulia ketahui, bahwa beberapa waktu ini telah terjadi eksekusi terhadap empat aktivis pro demokrasi di Myanmar dan terdapat upaya penyingkiran estnis Rohingya yang kemudian menimbulkan korban jiwa orang yang kemudian membutuhkan pertolongan," kata Feri.

Atas hal itu, permohonan dengan penghapusan frasa 'oleh warga negara Indonesia' dapat menjadi jalan lurus bagi pemerintah Indonesia untuk melindungi HAM masyarakat sipil di Myanmar.

Terlebih kata dia, MK kerap kali menggaungkan bahwa hak asasi manusia itu merupakan bentuk tanggungjawab negara untuk menghormati to respect, untuk memenuhi to full feel dan untuk melindungi to protect terhadap seluruh orang dari manapun asalnya.

"Itu sebabnya konstitusi kita banyak sekali frasa-frasa yang menyebutkan perlindungan terhadap hak setiap orang," tukas dia.

Baca juga: Kepada Hakim MK, Presiden PKS Jelaskan Alasan Pilih Presidential Threshold 7 hingga 9 Persen

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi RI (MK) akan menggelar sidang perdana pengujian materiil terkait Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Senin (26/9/2022) ini.

Diketahui, pengujian materiil tersebut diajukan oleh tiga pemohon yakni Mantan Jaksa Agung RI Marzuki Darusman selaku pemohon I; mantan pimpinan Komisi Yudisial (KY) Busyro Muqoddas sebagai pemohon II dan pemohon III dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.

Sidang perdana ini sendiri akan digelar secara daring dari streaming YouTube MK dengan beragendakan pemeriksaan pendahuluan.

"Pemeriksaan pendahuluan merupakan sidang pertama Mahkamah Konstitusi dalam rangka memeriksa kejelasan Permohonan dan memberikan nasihat kepada Pemohon terkait Permohonan yang kami ajukan," kata anggota kuasa hukum pemohon Ibnu Syamsu Hidayat saat dikonfirmasi Tribunnews, Senin (26/9/2022).

Ibnu mengatakan, sidang perdana ini nantinya akan digelar sekitar pukul 14.00 WIB dan dihadiri oleh pemohon I serta pemohon III beserta kuasa hukumnya.

Sedangkan pemohon II yakni Busyro Muqoddas dikabarkan berhalangan hadir.

"Akan di hadiri oleh dua prinsipal, pemohon II berhalangan hadir. Beserta kuasa hukum lengkap," tutur dia.

Sebagai informasi, permohonan pengujian ini dilayangkan pada 7 September 2022 lalu.

Para pemohon secara resmi telah mengajukan permohonan kepada
Mahkamah Konstitusi Indonesia untuk menghapus frasa 'oleh warga negara Indonesia' tersebut melalui pengujian materiil Pasal 5 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Permohonan tersebut dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) dengan Nomor 89/PUU-XX/2022.

Perkembangannya, Mahkamah Konstitusi telah mengirimkan panggilan sidang kepada kuasa hukum pemohon yang akan digelar pada hari ini.

"Pasal 5 UU Pengadilan HAM itu jelas melanggar UUD NRI 1945. Sekaligus membatasi peran Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia dan penegakkan hukum yang adil," kata Ibnu.

Lebih lanjut, Ibnu menyatakan permohonan ini juga dilandaskan pada konstitusi Indonesia yang menganut perlindungan hak asasi manusia (HAM) universal.

Hal itu kata dia, terlihat dengan digunakannya frasa 'setiap orang' dalam pasal-pasal perlindungan HAM. UUD 1945 melindungi HAM tanpa memandang status kewarganegaraannya.

Atas dasar tersebut, Ibnu meyakini, Mahkamah Konstitusi sesuai dengan kewenangannya dapat menerima, memeriksa dan memutus permohonan ini yang diajukan pihaknya.

"Kami berharap dengan diselenggarakannya Sidang Panel Mahkamah Konstitusi Pengujian UU Nomor 26 Tahun 2000 terhadap UUD NRI 1945, Mahkamah Konstitusi melihat secara objektif dalil-dalil permohonan yang telah kami ajukan, memberikan nasehat yang dapat menguatkan dalil permohonan kami," tukas dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini