TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masih satu setengah tahun lagi Pemilu 2024.
Pun begitu pendaftaran Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) 2024 baru akan dibuka pada 19 Oktober 2023.
Namun berbagai manuver politik sudah mulai bermunculan.
Pengamat Politik yang juga Direktur Eksekutif Suara Politik Publik (SPP) Asrudin Azwar mengungkapkan, manuver ini biasanya dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan politik tertentu dari pihak-pihak politik tertentu yang berkepentingan secara politik.
"Namun soalnya adalah, manuver tersebut dilakukan oleh apa yang saya sebut sebagai tangan tak terlihat dalam politik (Invisible Hands in Politics) dan dilakukan dengan cara-cara illegal, serta bertentangan dengan semangat demokrasi."
"Lebih tepatnya berorientasi kekuasaan dan menjauh dari kepentingan publik (public interest)," ujarnya kepada Tibunnews.com, Senin (26/9/2022).
Dalam dunia politik praktis, manuver semacam ini kerap dilakukan.
Asrudin mencontohkan, belum lama ini, misalnya, muncul sejumlah baliho yang terpasang di sejumlah wilayah yang dinilai telah merugikan tokoh politik dari Partai Gerindra.
Dalam baliho tersebut terpajang foto Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto bersalaman.
Kemudian di dalamnya terdapat kutipan dari Prabowo yang bertuliskan 'Saya mengakui kepemimpinan kenegaraan Pak Jokowi'.
"Padahal pemasangan baliho itu tidak berasal dari Gerindra dan tentu saja bukan merupakan bagian dari program kampanye Gerindra."
"Tapi dilakukan oleh tangan tak terlihat dalam politik," katanya.
Jika mencermati pesan politik yang ingin dinarasikan dalam baliho itu tergambar sebuah upaya frustasi yang dilakukan tangan politik tak terlihat untuk menggembosi Prabowo.
"Hal Ini dilakukan, dalam hemat saya, karena munculnya kekhawatiran dari para tangan politik tak terlihat yang melihat semakin berkilaunya elektabilitas Prabowo. "