Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) yang juga Pengamat Militer Anton Aliabbas memandang revisi aturan mengenai syarat tinggi badan Taruna Taruni Akademi TNI perlu didasarkan pada pertimbangan operasional.
Menurutnya kebijakan baru tersebut mestinya tidak sekadar didasari pada mengakomodir rata-rata tinggi badan orang Indonesia, melainkan juga pengawakan alutsista yang dimiliki TNI.
Sebab, kata dia, jangan sampai, hanya karena kebijakan akomodasi lantas TNI kesulitan mengawaki alutsista.
"Hendaknya pengaturan tinggi badan lebih didasarkan pada pertimbangan pembatasan operasional di mana hal tersebut terkait pelaksanaan tugas pokok seorang prajurit militer," kata Anton ketika dihubungi Tribunnews.com pada Rabu (28/9/2022).
Menurutnya harus diakui tidak ada standar baku tinggi minimum seorang prajurit militer yang berlaku secara universal.
Artinya, lanjut dia, masing-masing negara memiliki kebijakan berbeda-beda.
"Sejauh ini, belum ada studi yang mengaitkan antara tinggi badan dengan kesiapan fisik ataupun kecerdasan calon prajurit," kata Anton.
Dalam praktiknya, kata Anton, sebenarnya tidak hanya batas minimum, terkadang pemberlakuan tinggi maksimum juga dilakukan sebagai persyaratan menjadi prajurit militer.
"Hal ini terkait dengan alutsista yang dimiliki oleh institusi militer seperti kendaraan tempur, tank, kapal dan pesawat," kata Anton.
Selain itu, menurutnya pertimbangan lain terkait penerapan syarat standar tinggi badan bagi prajurit yakni agar baju seragam militer yang disiapkan tidak perlu sampai harus custom atau memiliki ukuran spesial.
Baca juga: Syarat Daftar Taruna TNI AD, AU, AL: Tinggi Badan dan Usia
Perubahan peraturan terkait standar fisik calon prajurit, kata dia, tentu adalah biasa.
Ia memandang apa yang dilakukan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa adalah selayaknya business as usual.
"Sekalipun beberapa waktu lalu sempat terungkap polemik perihal penerimaan siswa Akademi Militer," kata Anton.