News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bursa Capres

Sekber Prabowo Gugat UU Pemilu agar Jokowi Bisa Cawapres, PDIP: Itu Tidak Logis

Penulis: Fersianus Waku
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Said Abdullah. Sekber Prabowo Gugat UU Pemilu agar Jokowi Bisa Cawapres, PDIP: Itu Tidak Logis

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretariat Bersama (Sekber) Prabowo-Jokowi 2024-2029 menggugat UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan itu bermaksud memberi kepastian mengenai boleh atau tidaknya seorang presiden yang sudah menjabat dua periode maju sebagai calon wakil presiden.

Terkait hal itu, Ketua DPP PDIP Said Abdullah mengatakan pihaknya menghormati gugatan Sekber Prabowo-Jokowi tersebut apalagi di era demokrasi.

Karenanya, Said tak mempersoalkan gugatan yang dilayangkan Sekber Prabowo-Jokowi itu.

"Ya kalau itu kita hormati, masa orang tidak boleh bersuara. Masa orang tidak boleh mengemukakan pendapatnya. Masa orang tidak boleh ke MK. Silakan saja," kata Said di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/2022).

Kendati demikian, Said menilai sangat tidak logis ketika Jokowi ingin jadi wakil presiden setelah menjadi presiden.

"Pak Jokowi kader PDIP dan Pak Jokowi itu orang Jawa yang moralitasnya tidak kita ragukan. Apa iya setelah jadi presiden, Pak Jokowi ingin jadi wakil presiden? Itu sama sekali tidak logic," ujarnya.

Melansir Kompas.com, Sekber Prabowo-Jokowi meminta MK memberi kepastian mengenai boleh atau tidaknya seorang presiden yang sudah menjabat dua periode maju sebagai calon wakil presiden.

Hal ini tertuang dalam surat permohonan judicial review Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan oleh Sekber Jokowi-Prabowo 2024-2029.

"Pemohon membutuhkan kepastian apakah Presiden yang telah menjabat dua periode dapat maju lagi tetapi sebagi wakil presiden," demikian dikutip dari berkas permohonan yang diunggah laman resmi MK RI.

Baca juga: Sekber Usul Jokowi Jadi Cawapres Prabowo, PDIP: Mau Ngapain? yang Ada Hanya Jadi Lucu-lucuan Saja

Sebab, Sekber menilai, Pasal 169 huruf n UU Pemilu yang mengatur syarat menjadi calon presiden dan wakil presiden multitafsir. Pasal tersebut berbunyi:

"Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: (n) belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama".

Menurut mereka, frasa "Selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama" dianggap tidak tegas dan dapat menimbulkan keragu-raguan serta ketidakpastian hukum.

Sekber berpendapat, ketentuan itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.”

Menurut Sekber, frasa "atau" dalam Pasal 169 huruf n UU Pemilu dianggap memisahkan antara posisi presiden dan wakil presiden.

Sementara itu, Pasal 7 UUD 1945 menggunakan frasa "dan" yang dimaknai bahwa posisi presiden dan wakil presiden adalah satu kesatuan.

"Aturan yang terdapat pada Pasal 169 huruf n UU Pemilu menimbulkan multitafsir jika dibandingkan dengan Pasal 7 UU 1945 karena tidak memberikan kepastian terkait dengan pencalonan presiden dan wakil presiden," tulis Sekber.

"Karena wakil presiden yang pernah menjabat di priode yang berbeda selama belum 2 (dua) kali menjabat dalam jabatan yang sama bisa saja, ikut dalam pemilihan presiden dan wakil presiden lagi, apabila berpasangan dengan calon presiden lainnya," lanjut mereka.

Ketentuan itu juga dinilai bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 soal kepastian hukum yang adil serta Pasal 28D Ayat (3) konstitusi tentang hak warga negara memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Oleh karena itu, melalui gugatan ini, Sekber meminta MK:

1. Menyatakan frasa "presiden dan wakil presiden" dalam Pasal 169 huruf n UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 7, Pasal 28D Ayat (1) dan (3) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai "pasangan presiden dan wakil presiden yang sama dalam satu masa jabatan yang sama".

2. Menyatakan frasa "selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama pada jabatan yang sama" Pasal 169 huruf n UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 7, Pasal 28D Ayat (1) dan (3) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai "berturut-turut".

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini