TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Johanis Tanak terpilih menjadi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pengganti Lili Pintauli Siregar setelah dilakukan voting di Komisi III DPR RI.
Johanis Tanak sebelumnya diajukan Presiden Jokowi ke DPR RI untuk dipilih menjadi pimpinan KPK bersama I Nyoman Wara.
Setelah Johanis Tanak dan I Nyoman Wara menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di Komisi III DPR, anggota dewan pun melakukan voting di Ruang Rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/2022).
Hasilnya Johanis Tanak mengantongi 38 suara dan I Nyoman Wara meraih suara sebanyak 14.
Sementara itu ada satu suara yang tidak dinyatakan tidak sah.
Baca juga: BREAKING NEWS: Melalui Voting Johanis Tanak Terpilih Sebagai Pimpinan KPK Pengganti Lili Pintauli
Total ada 53 suara sesuai kehadiran.
"Berdasarkan hasil dari perolehan suara seleksi calon pimpinan KPK masa jabatan 2019-2023 adalah sebagai berikut. Atas nama saudara Johanis Tanak terpilih sebagai calon anggota pengganti pimpinan KPK masa jabatan 2019-2023, apakah dapat disetujui?" tanya Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir.
"Setuju," jawab anggota dewan.
Sosok Johanis Tanak
Johanis Tanak sudah berkecimpung lama di dunia hukum semenjak dia bergabung dangan korps Adhiyaksa.
Ia pernah menduduki sejumlah jabatan strategis di lembaga kejaksaan.
Johanis Tanak diketahui merupakan alumnus Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin pada 1983.
Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya di Unversitas Airlangga hingga mendapatkan gelar Doktor Program Studi Ilmu hukum pada Juni 2019.
Baca juga: Calon Pimpinan KPK Johanis Tanak Usul Restorative Justice untuk Kasus Korupsi, Apa Mungkin?
Selama aktif di Korps Adhyaksa, Johanis Tanak diketahui pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau pada 2014.
Kemudian ia menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah pada 2016 dan juga pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi.
Johanis Tanak pun pernah menjabat sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.
Ia mengikuti seleksi Calon Pimpinan KPK 2019.
Saat itu, Johanis tidak lolos lantaran tidak mendapatkan suara sama sekali dalam proses voting di DPR.
Cerita Johanis Tanak Saat Tangani Kasus Korupsi
Pada seleksi Capim KPK 2019 lalu, Johanis Tanak pernah ditanya mengenai perkara korupsi yang membuatnya dilema.
"Ceritakan situasi paling sulit ketika menangani suatu perkara! Anda berada dalam situasi dilema. Apa yang Anda putuskan?" tanya anggota Panitia Seleksi Capim KPK Hendardi, Rabu (28/8/2019) dilansir dari kompas.com.
Perkara yang diungkap Johanis Tanak yakni soal penetapan tersangka mantan Gubernur Sulawesi Tengah Mayjeni TNI (Purn) HB Paliudju yang melakukan tindak pidana korupsi pada 2014 lalu ketika dirinya menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.
"Selama saya bertugas jadi jaksa, dilema yang saya hadapi terberat adalah ketika saya menangani perkara HB Paliudju, mantan Gubernur Sulawesi Tengah dari Partai Nasdem," kata Tanak.
Baca juga: Jokowi Ajukan Johanis Tanak dan I Nyoman Wara Gantikan Lili, KPK Bakal Hormati Pilihan DPR
Ia mengatakan, penetapan tersangka terhadap HB Paliudju ini membuatnya dipanggil oleh Jaksa Agung yang dijabat M Prasetyo yang merupakan kader dari Partai Nasdem.
"Saya dipanggil Jaksa Agung, ditanya siapa yang saya tangani. Saya katakan, beliau korupsi dan menurut hasil pemeriksaan kami, unsur-unsur, bukti-bukti pengangkatan perkara sudah cukup," kata dia.
"Beliau (Jaksa Agung) mengatakan, dia (HB Paliudju) adalah angkatan Nasdem yang saya lantik," ujar Tanak.
Kemudian, berdasarkan cerita Tanak, dia menyampaikan kepada Jaksa Agung tentang bagaimana publik menilai dan menyoroti Jaksa Agung yang diambil dari partai politik, dalam hal ini adalah Nasdem.
"Saya katakan, saya mohon izin Pak Jaksa, publik dan media membicarakan bahwa Bapak tidak layak menjadi Jaksa Agung karena berasal dari partai politik. Ini momen tepat, meski dari partai Bapak, tapi Bapak tetap angkat perkara ini untuk buktikan tudingan itu tidak benar," ujar dia.
Kendati demikian, Tanak memastikan bahwa dia akan menuruti perintah M Prasetyo mengingat dirinya merupakan pimpinan tertinggi di kejaksaan, sedangkan dirinya hanya sebagai pelaksana saja.
Dari hal yang disampaikannya itu, Jaksa Agung M Prasetyo pun lantas memintanya waktu dan akan memberitahu keputusan apa yang harus dia ambil.
"Beliau lalu telepon saya, mengatakan agar itu diproses, tahan! Dan besoknya saya tahan," ujar Tanak. (Tribunnews.com/ Chaerul Umam/ Tribunjambi.com/ kompas.com/ Adhyasta Dirgantara)