Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena yang hadir secara daring menaruh perhatian pada pasien ginjal.
Dia mengatakan, dalam diskusi dengan Kemenkes RI dan BPJS Kesehatan, Komisi IX DPR RI ingin melakukan peningkatan promotif preventif untuk meminimalisir terjadinya peningkatan penyakit ginjal.
“Diantaranya melalui roadmap yang didalamnya mengandung unsur penguatan Undang Undang, pengembangan jaminan sosial, penguatan kelembagaan jaminan sosial, dan monitoring evaluasi,” kata dia.
Politisi Partai Golkar yang akrab disapa Melki ini menegaskan, gagal ginjal termasuk penyakit tidak menular yang berbiaya tinggi.
Ia menambahkan, cuci darah dan transplantasi ginjal memang memerlukan biaya besar.
Pihaknya bersama anggota Komisi IX mendukung berbagai pihak untuk bisa memberi perhatian khusus pada penderita gagal ginjal.
“Kami mencari pola untuk mendukung pasien dengan baik serta menyusun konsepnya,” ujarnya.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Vaskular dan Endovaskular Indonesia (Pesbevi), dr. Dedy Pratama mengatakan, kualitas hidup Pasien Ginjal Kronis (PGK) harus diperbaiki, salah satunya dengan hemodialisa.
“PGK memiliki prognosis buruk dan biaya tinggi. Komplikasinya juga harus ditangani dan memerlukan biaya tinggi,” katanya.
Menurutnya, hemodialisa modalitas yang paling banyak digunakan, dan sangat bergantung pada akses vaskular.
Vaskular akses idealnya reliabel, bebas dari infeksi dan sesuai dengan kebutuhan pasien.
“Pasien seharusnya sudah menggunakan akses vaskular permanen pada saat hemodialisa karena perlu waktu untuk maturasi sehingga vaskular siap pakai. Biasanya sekitar 6 minggu untuk menyiapkan akses vaskular,” terangnya.
Pihaknya mewanti-wanti didalam menangani pasien gagal ginjal perlu kerja sama yang baik dari semua stakeholder.
Kata dia, idealnya akses vaskular permanen untuk hemodialisa sudah disiapkan sebelum dilakukan hemodialisis.