TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) telah memulangkan sebanyak 1.421 jenazah PMI dalam rentang waktu tahun 2020 - 13 September 2022.
Hal ini disampaikan Kepala BP2MI, Benny Rhamdani di Penandatanganan Nota Kesepahaman atau MoU dengan sejumlah pemerintah daerah (Pemda), Bank Daerah dan Institusi Pendidikan di kantor BP2MI Pusat, Jakarta, Rabu (5/10/2022).
"Dua tahun kepemimpinan saya sejak dilantik April 2020 oleh Presiden, BP2MI sudah menangani 1.421 jenazah. Pernah dalam satu Minggu kami menangani 30 jenazah dan 90 persen dari jenazah itu adalah yang berangkat tidak resmi," kata Benny.
Selain itu, BP2MI telah melakukan penanganan PMI terkendala atau dideportasi selama tahun 2020-13 September 2022 sebanyak 79.153 kasus.
Sementara itu, penanganan PMI sakit tahun 2020-13 September 2022 sebanyak 3.306 kasus.
Benny mengatakan ini merupakan potret buram permasalahan PMI, yang mana kebanyakan dari kasus tersebut merupakan keberangkatan secara ilegal.
Penempatan PMI ilegal atau non prosedural rawan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), rawan mengalami eksploitasi (fisik dan seksual), gaji yang tidak dibayar, eksploitasi waktu kerja, diputus secara sepihak, kekerasan di atas kapal yang sering berakhir kematian bagi ABK yang berujung pelarungan jenazah.
Kepala BP2MI menegaskan pencegahan dari hulu merupakan hal yang mudah, ketimbang masalah datang ketika PMI sudah berada di luar negeri.
Oleh karena itu kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam hal tata kelola penempatan dan perlindungan PMI penting.
Baca juga: Kepala BP2MI Dorong Komitmen Pemda Lindungi Pekerja Migran Indonesia
Undang-undang (UU) 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran telah menegaskan peran serta Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota hingga Desa di Pasal 40 dan 41.
Dalam hal ini Benny menegaskan komitmen Pemda sangat dibutuhkan untuk perlindungan PMI, sebab menurutnya masih pihak-pihak yang beranggapan penanganan pekerja migran merupakan urusan pusat saja.
Padahal permasalahan tersebut harus dicegah sejak di hulu.
"Kadang kala kami berkata dimana Pemdanya, padahal mandat undang-undang sudah jelas, itu masyarakat bapak/ibu," ujarnya.