News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cerita Guru Honorer Jadi Korban Mafia Tanah, Sertifikat Lahan Orangtuanya Jadi Atas Nama Orang Lain

Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ahmad, seorang guru honorer di Kabupaten Tangerang, Banten menjadi korban mafia tanah. Lahan 1.300 meter persegi tiba-tiba menjadi milik orang lain.

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahmad, seorang guru honorer di Kabupaten Tangerang, Banten terlibat sengketa dengan mafia tanah terkait kepemilikan lahan orangtuanya seluas 1.300 meter persegi.

Ahmad mengatakan awal mula mengetahui tanah orangtuanya menjadi sasaran mafia tanah ketika 2020 silam ramai isu mafia tanah.

Pria berusia 38 tahun ini berinisiatif mengecek status kepemilikan lahan orangtuanya di atrbpn.go.id.

Ternyata tanah milik orangtuanya menjadi atas nama orang lain.

"Waktu 2020 isu mafia tanah ramai di Tangerang Kabupaten maka dari itu saya cek juga. Ternyata tanah orangtua saya seluas 1.300 meter atas nama orang lain," kata Ahmad kepada Tribunnews.com di kantor Forum Korban Mafia Tanah, Minggu (9/10/2022).

Baca juga: Ketua FKMTI Budiardjo Usulkan Adanya Perpu Ad Hoc Peradilan Pertanahan untuk Berantas Mafia Tanah

Mengetahui ertifikat Hak Milik (SHM) tanah orangtanya atas nama orang lain, lantas Ahmad mempertanyakan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang soal terbitnya sertifikat tersebut.

"Saya mempertanyakan BPN Tangerang Kabupaten mengeluarkan SHM di atas tanah orangtua saya sesuai prosedur apa tidak. Hal itu dikarenakan sudah tercatat administrasi," katanya.

Ahmad mengaku pihak BPN Tangerang Kabupaten selalu berjanji menyelesaikan masalahnya.

Namun, hingga kini masalahnya tersebut tak kunjung selesai.

Baca juga: Menteri ATR/BPN Sebut Ada Lima Oknum Mafia Tanah Rugikan Masyarakat

"Saya sudah dijanjikan diselesaikan-selesaikan. Mana sampai sekarang belum selesai, hanya janji-janji saja," ujarnya.

Orangtua Ahmad sendiri membeli tanah seluas 1.300 meter tahun 2014 silam.

Kemudian tahun 2019 sertifikat tanah milik orangtuanya keluar atas nama orang lain.

"Kalau orang tua saya peroleh akte jual beli tanah tersebut dari tahun 2014. Kemudian mafia tanah menerbitkan SHM antara tahun 2019 dan 2020," tambahnya.

Ahmad berharap pemerintah bisa mengeluarkan perpu ad hoc pertanahan agar masalah seperti yang dialaminya bisa teratasi.

Baca juga: Jadi Korban Mafia Tanah, Ibu Mertua Adly Fairus Alami Kerugian Rp 100 Miliar

Jika dibiarkan berlarut-larut masalah pertahanan ini tidak akan pernah selesai.

"Kita berharap pemerintah bisa menerbitkan perpu ad hoc pertanahan. Jika dibiarkan berlarut-larut masalah seperti ini tidak akan selesai," katanya.

Sementara itu, Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) Budiardjo berharap Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto bisa melakukan percepatan memberantas mafia tanah.

Budi menuturkan selama 100 hari kepemimpinan Hadi Tjahjanto sebagai Menteri ATR/BPN sudah cukup progresif dibandingkan menteri sebelumnya.

Tapi menurutnya, itu tidaklah cukup.

Hadi Tjahjanto diharapkan bisa kerja sama dengan pemerintah hadirkan perpu ad hoc peradilan pertanahan.

"Kalau kita bandingkan dengan menteri sebelumnya kita akui progresnya sudah bagus. Tapi kalau tidak ada percepatan dan out of the box, masalah mafia tanah ini tidak akan selesai. Kami mendorong Menteri ATR/BPN untuk bekerja sama dengan pemerintah membuat perpu ad hoc peradilan tanah," kata Budi kepada Tribunnews.com di Jakarta Selatan, Minggu (9/10/2022).

Menurut penuturannya, gagasan tersebut sudah disampaikan Menteri ATR/BPN sebelumnya, Sofyan Djalil.

Budi berharap Mentri ATR/BPN yang baru bisa menerima masukannya tersebut.

"Kami berharap dia sudah menyentuh sistem, bukan seperti sekarang. Kita sudah menawarkan sistem tersebut kepada menteri sebelumnya, mudah-mudah menteri yang baru ini menerima," katanya.

Menurutnya hadirnya Perpu ad hoc peradilan pertanahan ini mendesak untuk dibuat.

Jika tidak, masalah pertanahan tidak akan bisa selesai.

"Membuat Perpu ad hoc hadirkan peradilan tanah mau tidak mau harus dibuat, kalau tidak mau 100 tahun pun tidak akan selesai konflik pertanahan ini," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini