Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus gangguan ginjal akut pada anak dilaporkan melonjak drastis sejak bulan Agustus 2022.
Namun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) baru melakukan respons pada September.
Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril membantah terlambat merespons kasus gangguan ginjal akut pada anak.
Pasalnya, kata dia, dibutuhkan waktu yang tak sebentar dalam melakukan surveilance atau pengamatan pada pasien yang mengalami kasus tersebut.
“Tidak, karena kita memang responsnya butuh waktu lama, karena surveilance itu juga butuh waktu,” kata Syahril dalam diskusi daring Polemik Trijaya 'Misteri Gagal Ginjal Akut', Sabtu (22/10/2022).
Baca juga: Gagal Ginjal Akut, Menko PMK Instruksikan Posyandu Data Obat yang Dikonsumsi Anak
Sebagai contoh, kata dia, pihak tenaga kesehatan mendatangi keluarga yang punya anak dengan gangguan ginjal akut.
Hal ini dimaksudkan untuk melihat dan meneliti apa saja minuman atau obat yang sebelumnya ia konsumsi.
Berangkat dari hal tersebut, Kemenkes melakukan pengamatan atas sebab akibat yang ditimbulkan.
“Contohnya mendatangi keluarga, kan ada yang sudah meninggal juga. Kita teliti apa yang dia minum sebelum dia sakit, sehingga membutuhkan waktu,” katanya.
Data Korban Terbaru
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, telah memperbarui data kasus gangguan gagal ginjal akut misterius di Indonesia.
Berdasarkan perkembangan terbaru, teridentifikasi sebanyak 241 kasus gangguan ginjal akut.
"Sampai sekarang kita sudah mengidentifikasi ada 241 kasus gangguan ginjal akut progresif di 22 provinsi dengan 133 kematian atau 55 persen dari kasus," kata Budi dalam konferensi pers, Jumat (21/10/2022).
Jumlah kasus tersebut, kata Budi, meningkat sejak bulan Agustus 2022 lalu.
Pada Agustus tercatat 36 kasus, lalu September terjadi 78 kasus dan pertengahan Oktober sebanyak 110 kasus.
Lebih lanjut, Menkes mengatakan, gangguan ginjal akut ini juga mayoritas menyerang balita atau bayi di bawah lima tahun.
"Pertama kita lihat bahwa kejadian ini banyak menyerang terutama balita di bawah lima tahun," kata Budi.
Adapun untuk gejala klinis, yakni demam, kehilangan nafsu makan, malaise, mual, muntah, ISPA, diare, nyeri bagian perut, dehidrasi hingga pendarahan.