TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja memastikan komunikasi dengan jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terus berjalan dengan baik.
Terlebih, tahapan dan persiapan menuju pemilihan umum (Pemilu) 2024 sudah semakin dekat.
Namun, Bagja menyadari terdapat sejumlah perbedaan pandangan antara Bawaslu dengan KPU. Salah satunya soal pelaksanaan verifikasi adminstrasi terhadap partai politik (Parpol) calon peserta Pemilu 2024.
Bagja menyoroti soal tahapan verifikasi administrasi parpol menggunakan sistem video call.
Hal itu disampaikan Bagja saat bincang-bincang bertajuk 'Partai Politik Layak & Tidak Layak Lolos di Pemilu 2024 bersama Hadar Nafis Gumay dan Arief Budiman di Kantor Redaksi Tribun Network, Jakarta, Kamis (20/10/2022).
"Misalnya pada saatnya agak ramai itu pada saat videocall, video call pada saat verifikasi administrasi. Kemudian juga sebelumnya pada saat pendaftaran, pendaftaran tidak ada masalah sebetulnya," kata Bagja.
Bagja pun mengulas soal 15 parpol yang kemudian ditolak di pendaftarannya oleh KPU.
Kemudian, mengajukan permohonan sengketa ke Bawaslu RI terkait permohonan pelanggaran administrasi.
"Jadi dari 15 parpol, 6 itu diputus, putusan pendahuluan. Alhamdulillah cukup."
"Sembilan lanjut dan kemudian keputusan enam ditolak."
"Jadi yang masuk sekarang adalah yang masuk ke verifikasi atau parpol-parpol yang layak untuk diverifikasi administrasi," terangnya.
"Dan kemudian memang pada saat yang agak berbeda itu pada saat pemberlakuan video call untuk verifikasi administrasi," sambungnya.
Terkait verifikasi video call, Bagja menilai KPU RI telah melakukan penafsiran yang terlalu mendahului mekanisme.
"Menurut kami penafsiran dan juga penafsirannya kemanjon. Terlalu maju, karena mutatis mutandis, antara verifikasi faktual dan verifikasi administrasi," katanya.
Padahal, kata Bagja, di PKPU 4, tidak ada video call sebagai alat untuk melakukan memverifikasi administrasi.
Dan di verifikasi faktual baru bisa diberlakukan video call.
Seharusnya, kalau mau membuat keputusan ada hal-hal yang kemudian dianggap KPU itu bisa menghambat.
Kemudian, tindakan melakukan penyamaran antara video call di verifikasi faktual dan administrasi.
"Sayangnya ya komunikasi itu tidak terjalin pada saat itu, sehingga kami ingatkan."
"Akhirnya muncullah surat keputusan KPU tentang video call."
"Kami menganggap ini bentuk pelanggaran administrasi."
"Jadi kami ingatkan KPU agar berhati-hati. Kenapa karena jangan sampai ada lagi, tidak ada aturannya kemudian dibuat aturan, dibuat sebuah pelaksanaan tanpa ada baseline aturannya. Walaupun SE itu tidak apple to apple dengan PKPU," paparnya.
Bagja juga nenyadari mekanisme judicial review (JC) dalam melakukan perubahan aturan soal verifikasi administrasi.
Namun waktu yang dibutuhkan itu lebih dari dua minggu sampai satu bulan.
"Nah dengan itu kami mengerti ini kesulitan KPU untuk melakukan hal tersebut, munculah SK."
"Nah kalau seperti itu tentu harus ada obrolan dulu di awal dengan Bawaslu," terangnya.(Tribun Network/yuda).