Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Memanggil 57 (IM 57+) Institute meminta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri segera mendeklarasikan diri sebagai calon presiden (capres) 2024.
Permintaan dari wadah mantan pegawai KPK yang terdepak karena Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) itu akibat Firli Bahuri menyinggung kasus kardus durian.
Kasus kardus durian diketahui diduga melibatkan nama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
"Beberapa waktu yang lalu Firli Bahuri secara tiba-tiba kembali mengungkit desas-desus perkara OTT lama yang terjadi tahun 2011 'Kardus Durian' yang diduga melibatkan pimpinan partai politik tertentu menjelang pemilu, statement yang seolah-olah heroik dan tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum dan memberantas korupsi," kata Ketua IM57+ Institute Mochamad Praswad Nugraha dalam pesan tertulis, Sabtu (29/10/2022).
Menurut Praswad, pernyataan Firli terkait kasus kardus durian tidak lebih dari caranya menyalahgunakan kekuasaannya di KPK.
Ia menilai Firli tengah menunjukan indikasi keberpihakan dengan afiliasi politik tertentu.
"Secara tiba-tiba mengungkit kasus 11 tahun yang lalu, sementara kasus-kasus mega korupsi yang di depan mata seolah-olah lenyap menghilang," kata eks penyidik KPK ini.
Praswad berpendapat bahwa KPK berbeda karena independen.
Apabila penanganan perkara dilakukan berdasarkan atas pesanan, maka unsur terpenting dalam penanganan perkara, yaitu objektivitas, akan menghilang.
Baca juga: Perjalanan Kasus Kardus Durian yang Jadi Perhatian KPK
Yang akan mengakibatkan, kata Praswad, adanya perlakuan yang tidak adil dalam penanganan perkara.
"Satu kasus yang masih sangat jauh pembuktiannya seperti terburu-buru dan berpura-pura tegas secara terus menerus di dengung-dengungkan oleh Firli Bahuri untuk di tindaklanjuti oleh KPK," katanya.
"Sedangkan kasus yang sudah jelas-jelas terbukti dan sudah berkali-kali di ajukan sprindik pengembangan perkaranya dibiarkan terbengkalai, itu semua tidak bisa dilepaskan dari motif adanya keterkaitan partai dan aktor politik tertentu," tambah Praswad.
Berangkat dari pernyataan Firli menyinggung kasus kardus durian, Praswad menilai KPK akan menjadi alat manuver politik yang sangat berbahaya.
Ia menyebut KPK dengan segala kewenangan dan perangkatnya dapat digunakan untuk mengkriminalisasi dan menyandera para pimpinan partai politik untuk kepentingan 2024.
"Dan ini merupakan kiamat demokrasi bagi Indonesia. KPK dijadikan alat menggebuk lawan politik," sebut Praswad.
Lebih jauh, Praswad menduga ada motif pribadi terkait penyinggungan kasus kardus durian.
Hal itu, menjadi selaras ketika banyak bermunculan baliho dukungan Firli Bahuri maju dalam kontestasi Pemilu 2024.
"Menjadi selaras tendensi tersebut apabila dihubungkan dengan kegenitan Firli selama ini yang menunjukan keinginan untuk turut dalam kontestasi politik 2024 baik melalui baliho maupun penggunaan sarana KPK sebagai kampanye," kata Praswad.
Jikalau pernyataan Firli Bahuri terkait kasus kardus durian untuk menumbangkan lawan politik, maka menurut Praswad, hal tersebut jelas-jelas melanggar kode etik. Dalam hal ini yakni menggunakan KPK sebagai alat mendapatkan keuntungan pribadi.
Untuk itu, IM57+ Institute meminta Dewan Pengawas KPK turun tangan.
Baca juga: Firli Bahuri Bicara Soal Kasus Kardus Durian: Tolong Kawal KPK
"Untuk itu kami dari IM57+ Institute berharap Firli Bahuri sekalian saja menyegerakan untuk deklarasi sebagai capres, sehingga semua menjadi jelas dan terang. Di sisi lain, Dewas KPK harus menjalankan fungsi secara jelas dalam menghindari penyalahgunaan KPK," kata Praswad.
Ketua KPK Firli Bahuri baru-baru ini menyatakan memberikan perhatian kepada kasus kardus durian yang diduga menyeret nama Ketum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Hal itu disinggung Firli saat menjawab pertanyaan awak media usai menggelar konferensi pers penahanan tersangka kasus dugaan suap perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2022).
"Perkara lama yang disebut kardus durian ini juga menjadi perhatian kita bersama. Tolong kawal KPK, ikuti perkembangannya. KPK pastikan setiap perkara disampaikan kepada rekan-rekan semua," ucap Firli Bahuri di kantornya.
Kasus kardus durian bermula saat tim penindakan KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait kasus suap pembahasan anggaran untuk dana optimalisasi Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) pada 25 Agustus 2011.
Saat itu, penyidik KPK menangkap dua anak buah Cak Imin, yakni Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi I Nyoman Suisnaya dan Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans Dadong Irbarelawan.
Diketahui, saat kasus korupsi terjadi, Cak Imin menjabat sebagai Menakertrans.
Selain menangkap dua anak buah Cak Imin saat itu, penyidik KPK juga menciduk Kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua Dharnawati yang baru saja mengantarkan uang Rp1,5 miliar ke kantor Kemenakertrans. Uang itu dibungkus menggunakan kardus durian.
Uang tersebut merupakan tanda terima kasih karena PT Alam Jaya Papua telah diloloskan sebagai kontraktor DPPID di Kabupaten Keerom, Teluk Wondama, Manokwari, dan Mimika, dengan nilai proyek Rp73 miliar.
Baca juga: Ketua KPK Firli Bahuri Senang Johanis Jadi Wakil Ketua KPK
Pada persidangan di 2012, Dharnawati mengatakan uang Rp1,5 miliar dalam kardus durian itu ditujukan untuk Cak Imin. Namun, Cak Imin berkali-kali membantah, baik di dalam atau luar persidangan.