Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak uji materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara (PSDN) yang di dalamnya turut memuat aturan tentang komponen cadangan (Komcad).
Pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas NH Kertopati, mendukung keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.
Ia menilai keputusan MK tersebut tepat ditengah kondisi geopolitik sekarang ini.
"Menurut pendapat saya, keputusan MK tersebut sudah tepat," katanya, Selasa (1/11/2022).
Baca juga: Tugas dan Fungsi Komcad, Sebanyak 2.974 Orang Resmi Ditetapkan
Penilaian tersebut kata dia bukan tanpa alasan. Menurutnya perkembangan lingkungan strategis global kekinian menunjukkan adanya pergeseran paradigma terhadap ancaman keamanan nasional.
Ancaman keamanan nasional saat ini tidak hanya dalam bentuk konvensional , tetapi juga dalam bentuk nonkonvensional yang bersifat kompleks, multidimensional, nonlinear, asimetris, dan melibatkan aktor nonnegara (non-state actor).
"Di Indonesia, pergeseran ancaman ini dirumuskan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara (PSDN). Ancaman terdiri dari tiga jenis, yakni ancaman militer, ancaman nonmiliter, dan ancaman hibrida," tuturnya.
Ancaman tersebut, kata dia, dapat berwujud agresi, terorisme, komunisme, separatisme, pemberontakan bersenjata, pelanggaran wilayah perbatasan, serta perompakan dan pencurian sumber daya alam. Selain itu ada juga ancaman bencana alam, kerusakan lingkungan, wabah penyakit, peredaran dan penyalahgunaan narkoba, serangan siber, serangan nuklir, serangan biologi, serangan kimia, atau wujud ancaman lain yang membahayakan kedaulatan dan persatuan negara.
Oleh karena itu kata dia, tantangan yang dihadapi dalam dinamika lingkungan strategis global menempatkan ancaman keamanan nasional saat ini tidak hanya berdimensi militer.
Berkaitan dengan itu, UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menegaskan, sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta (sishankamrata), yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya.
"Serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman," katanya.
Ia menilai dalam konteks menghadapi pergeseran spektrum ancaman keamanan nasional serta perlunya pengelolaan sumber daya nasional untuk pertahanan negara yang bersifat semesta, pembentukan komcad, komponen pendukung (komduk), dan program bela negara menjadi keniscayaan yang relevan dalam menjawab tantangan ke depan. Turunan UU PSDN termuat di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2021.
"PP ini mengatur mengenai pembentukan komponen cadangan yang ditujukan untuk memperkuat komponen utama (komput) pertahanan negara, yakni TNI, serta penyelenggaraan pembinaan kesadaran bela negara (PKBN), yang dikenal dengan program bela negara. Di banyak negara, pembentukan komcad dan program bela negara ditujukan untuk mengantisipasi potensi ancaman eksternal sekaligus bagian dari upaya strategi penangkalan (deterrence strategy)," katanya.
Ia menambahkan rekrutmen komcad juga ditujukan untuk menyerap para lulusan S-1 hingga S-3 agar bisa berkarier di lingkungan TNI. Misalnya, alumni Universitas Pertahanan (Unhan) dan universitas lain yang memiliki program studi (prodi) terkait ketahanan nasional berkesempatan mendaftar sebagai perwira TNI, baik sebagai komcad Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU).
Dirinya mengakui, ada pihak yang khawatir dengan keberadaan komcad akan muncul dinamika sosial baru yang justru akan mengganggu stabilitas keamanan. "Namun, kekhawatiran banyak pihak atas pembentukan komcad lebih karena belum memahami sepenuhnya regulasi yang berlaku,” pungkasnya.