Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi PKS Aboe Bakar Alhabsyi, meminta agar pemerintah lebih memerhatikan pengembangan produk alat utama sistem senjata (alutsista) buatan dalam negeri.
Hal itu disampaikannya saat mengunjungi acara Indo Defense 2022 di Jiexpo Kemayoran Jakarta pada Rabu (2/11/2022).
"Saya melihat banyak potensi besar dari industri pertahanan dalam negeri. Sudah seharusnya industri pertahanan dalam negeri menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Pemerintah perlu memprioritaskan produk lokal untuk memenuhi alat dan perlengkapan pertahanan kita," kata pria yang akrab disapa Habib Aboe itu.
Menurut Aboe, produk-produk dalam negeri tidak kalah bersaing dengan produk luar negeri yang dipamerkan di acara tersebut.
“Tentunya hal ini perlu mendapatkan dukungan dari Prmerintah agar industri pertahanan dalam negeri semakin kuat serta mampu mencukupi kebutuhan di dalam negeri," ujarnya.
Baca juga: Produsen Sebut Perizinan dan Regulasi Jadi Penghambat Produksi Alutsista Dalam Negeri
Lebih lanjut, Aboe menekankan pentingnya alutsista yang mampu diproduksi secara mandiri karena merupakan kebutuhan mendasar untuk mengamankan NKRI.
“Akan menjadi kebanggaan kita bersama jika kebutuhan alutsista itu dapat dipenuhi oleh industri pertahanan dalam negeri secara independen," kata Sekjen PKS itu.
Produsen Ungkap Sejumlah Hambatan Industru Pertahanan Dalam Negeri
Produsen Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam negeri mengungkap sejumlah tantangan industri pertahanan di dalam negeri.
Vice Director PT Internusa Pasific Perkasa, Romi Christyanto mengatakan regulasi masih menjadi tantangan di industri pertahanan. Padahal, bahan baku perakitan alutsista mudah didapatkan.
Baca juga: Prabowo Sebut Penyuplai Alutsista Luar Negeri Harus Dioptimalkan Industri Pertahanan Indonesia
“Bahan baku relatif mudah karena semua ini sistemnya cuma kamera radar, kemudian jammer ya. Yang susah dari kita itu sebenarnya regulasi," kata Romi saat Pameran Indo Defence 2022 di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (2/11/2022).
Satu dari sejumlah kesulitan produsen alutsista adalah regulasi terkait pengadaan mobil anti-drone.
Mobil anti-drone tersebut menggunakan radar dalam operasionalnya. Namun, untuk pemancar dari radar tersebut perlu izin dari Kementerian Perhubungan.
“Apalagi pancarannya kita ini untuk jamming. Ada potensi resikonya, itu satu," kata Romi.
“Sampai saat ini ijin buat jamming itu belum bisa dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan. Tapi karena kita bernaungnya dibawah militer, jadi sah-sah aja. Tapi secara legal kita harus didukung sama itu," sambung dia.
Baca juga: Penampakan Berbagai Alutsista Canggih Milik TNI Dipamerkan di Depan Istana Negara
Selain perihal perizinan dan regulasi, Romi mengatakan tantangan lain yang dihadapi yakni kepercayaan terhadap produknya.
Dia bilang, sejumlah produk lokal dianggap masih belum maksimal oleh konsumen.
"Tingkat kepercayaan untuk produk-produk lokal masih rendah ya," ujarnya.
Dalam hal ini, lanjut dia, ketika pengadaan mobil anti-drone yang diproduksi, pihaknya harus menunggu lima tahun agar mobil tersebut dapat dikontrak pemerintah Indonesia.
"Itupun setelah barang-barang si Paspampres itu sendiri sebelumnya dari Eropa, teruskan trouble-trouble padahal kan pembelinya dalam nilai fantastis kan," jelasnya.
Padahal, penggunaan alutsista dalam negeri banyak manfaatnya. Termasuk dalam hal ini masalah perawatan ketika terjadinya kendala dan juga pemangkasan dana.
"Kalau kita, karena kita di Indonesia, kemanapun VVIP pergi, karena domisili di Indonesia, kita bisa ganti (jika ada kerusakan), kita bisa segera fix-kan masalahnya.”
“Kedua karena memang tidak ada perbedaan teknologi yang besar, ini basic nya jammer, blocker dan Radar. Jadi sebenarnya kita bisa support ini full 100 persen kalau kita beli produk dari luar harus ada update software, update teknologi segala macam ongkosnya terlalu besar," ucap Romi.