Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kota Pekalongan adalah salah satu yang terdampak paling parah akibat krisis iklim.
Sebagai kota yang dinobatkan kota kreatif dalam Craft and Folks art oleh UNESCO, krisis yang terjadi di kota Pekalongan ini secara langsung maupun tidak langsung juga mengancam eksistensi identitas dan warisan kebanggaan bangsa Indonesia.
Sebagaimana diketahui, Batik adalah budaya Indonesia yang telah diakui UNESCO sebagai warisan takbenda (intangible heritage) dunia.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Galdita A. Chulafak mengungkapkan temuan BRIN menunjukkan laju penurunan permukaan tanah di wilayah pantai utara Jawa Tengah relatif tinggi.
Laju penurunan paling tinggi terjadi di Kota Pekalongan.
Baca juga: Pria di Pekalongan Terlempar Masuk Sungai Usai Tersambar Kereta Api Saat Memancing
"Jika menggunakan data penginderaan jauh atau remote sensing, penurunan permukaan tanah di Pekalongan berbeda-beda mulai dari 4-11 cm," kata Galdita di webinar dengan tema 'Krisis Iklim: Ancaman Tenggelamnya Kota Pekalongan' yang diselenggarakan Satya Bumi berkolaborasi dengan Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ), Kamis (3/11/2022).
Galdita menunjukkan adanya data terjadinya perubahan tutupan tanah di wilayah Pekalongan dengan semakin bertambahnya pembangunan, wilayah tambak, wilayah pertanian terutama di hulu, serta berkurangnya vegetasi/hutan.
"Selain itu, data juga menunjukkan adanya rekayasa pesisir di mana terjadi perubahan muara sungai yang tadinya aliran tidak langsung mengarah ke laut karena terhalang barrier sedimen, menjadi langsung ke laut dengan dibangunnya jetty dan dihilangkannya barrier alam, sebagaimana diduga oleh masyarakat sekitar menjadi penyebab utama terjadinya rob," lanjutnya.
Kondisi ini menyebabkan kota yang masyhur dengan batik itu rawan terdampak rob.
Di kemudian hari, dampaknya diprediksi bisa jauh lebih besar jika tidak segera diatasi.
Baca juga: Ibu Rumah Tangga di Pekalongan Ditemukan Tak Bernyawa dalam Sumur
"Jika tidak ada action dalam menghadapi hal tersebut, tentu tidak dapat dipungkiri Pekalongan akan tenggelam," kata Galdita.
Galdita memprediksi laju penurunan tanah bertambah atau berkurang tiap tahunnya.
Jika mengambil rata-rata tengah laju penurunan tanah (6cm/tahun) di Pekalongan, ujar dia, hitungan tanpa memperhatikan parameter lain memungkinkan terjadinya penurunan muka tanah hingga 60 cm dalam 10 tahun ke depan.
"Padahal sebagian wilayah Kota Pekalongan sudah ada yang mempunyai elevasi di bawah 0 mdpl. Tinggal kita hitung perkiraan, misalnya elevasi tertinggi adalah 4 mdpl atau 400 cm di atas permukaan laut, dibagi enam, mungkin tenggelam seluruhnya sekitar 66 tahun lagi," ujar dia.
"Kalau memakai kemungkinan terburuk 11cm, ya semua wilayah yang elevasi kurang dari 1 meter kira-kira bakal tenggelam 9 tahun lagi jika tidak dilakukan pencegahan".
Belum lagi, lanjut Galdita, jika memasukkan parameter lain seperti pasang surut air laut, maka akan lebih banyak lagi lokasi yang akan tergenang.
Baca juga: Cerita Pria Perdayai Janda di Pekalongan, Suruh Korbannya Berhubungan Intim dengan Anak Kandung
Jika tidak ada langkah nyata yang dilakukan dalam menghadapi rob di Pekalongan, baik dari pemerintah maupun segenap elemen masyarakat, ujar dia, ancaman Pekalongan tenggelam di depan mata.
"Dari penelitian yang dilakukan oleh BRIN, Pekalongan mengalami laju penurunan tanah yang cukup tinggi bahkan melebihi Jakarta," ujar Galdita.