Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa dugaan penembakan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Ferdy Sambo membantah pernyataan sang ajudan, Adzan Romer dalam persidangan.
Ferdy Sambo membantah pintu kamar Putri Candrawathi terbuka usai penembakan Brigadir J.
Kata mantan Kadiv Propam Polri tersebut, pintu kamar istrinya dibuka dirinya untuk menjemput Putri Candrawathi ke rumah pribadi di Jalan Saguling.
"Keterangan Romer juga bahwa pada saat masuk, pintu kamar Duren Tiga terbuka, saya masuk menjemput istri saya itu, saya membuka pintu kamar istri saya," kata Ferdy Sambo dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2022).
Tak hanya itu, Ferdy Sambo juga membantah kalau Putri Candrawathi turut melihat jenazah Brigadir J saat hendak keluar rumah.
Baca juga: Hakim Semprot Pengacara Sambo Karena Tanya Saksi Soal Aktivitas Brigadir J di Tempat Hiburan Malam
Padahal, kata Ferdy Sambo, dirinya menutupi wajah atau kepala Putri Candrawathi saat melintas dekat dengan jasad Yoshua.
"Kemudian, saudara Romer juga menyampaikan bahwa melewati tubuh Yosua, itu tidak. Karena saya menghindari istri saya melihat tubuh korban. Saya lewatkan mepet dengan TV waktu itu," kata dia.
Sebelumnya, Ajudan Ferdy Sambo bernama Adzan Romer dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang lanjutan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Selasa (8/11/2022).
Romer dihadirkan dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Baca juga: Ditanya Sosok Brigadir J, Ajudan Ferdy Sambo: Saya Pernah Tanya Yosua, Tapi Beliau Kayak Buang Muka
Romer merupakan salah satu ajudan yang ada di lokasi usai penembakan.
Dalam kesaksiannya, Romer menyebut kalau saat jenazah Brigadir J sudah tergeletak bersimbah darah, Putri Candrawathi sedang berada di kamar rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga.
Hal itu diketahui dirinya dari asal suara tangisan yang diyakini Romer itu merupakan Putri Candrawathi.
"Di mana posisi terdakwa Putri Candrawathi saat saudara masuk?" tanya ketua majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Wahyu Iman Santosa dalam persidangan.
"Seingat saya (Putri Candrawathi) di kamar," jawab Romer.
"Tahu darimana di kamar?" tanya lagi hakim Wahyu.
Baca juga: Berita Foto : Momen Susi Peluk Susi Candrawathi dan Cium Tangan Ferdy Sambo
"Terdengar suara ibu (Putri Candrawathi) menangis," jawab Romer.
Dari situ, Hakim Wahyu menanyakan letak kamar Putri Candrawathi dengan kondisi jenazah Brigadir J tergelatak.
Kata dia, kamar Putri Candrawathi lokasinya sama-sama di lantai satu atau tepat pada lokasi penembakan.
"Dengar suara dari atas?" tanya majelis hakim Wahyu.
"Lantai 1 yang mulia. Kamar lantai 1," jawab Romer.
"Keras suaranya?" tanya Hakim.
"Menurut saya, saya dengar yang mulia," jawab Romer.
Atas hal itu, hakim Wahyu kembali menanyakan bagaimana kondisi kamar Putri Candrawathi sebab suara tangisan tersebut bisa terdengar ke luar.
Kata Romer, pintu kamar Putri Candrawathi saat itu dalam kondisi terbuka dan lokasinya menghadap lurus dengan jenazah Brigadir J tergelatak yang berada di bawah tangga.
"Kalau sausara dengar, kamar terbuka apa tertutup?" tanya hakim Wahyu.
"Terbuka," jawab Romer.
"Apa saudara tahu dari kamar Putri Candrawathi bisa lihat jenazah korban?" tanya Hakim Wahyu.
"Kamar ibu lurus dengan tangga," jawab Romer.
Dengan begitu, Romer juga memastikan kalau Putri Candrawathi bisa turut melihat insiden penembakan karena memang kamar menghadap lurus.
"Artinya ketika korban tertembak bisa terlihat dari kamar ibu?" tanya lagi Hakim Wahyu.
"Kalau pintunya terbuka, bisa (melihat) yang mulia. Dan posisinya lurus," kata Romer.
Diketahui Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Dalam kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.