“Kalau di kuartal II kemarin itu sekitar 21 persen pertumbuhan sektor transportasi. Nah kalau kuartal III ini kan hampir 60 persen, jadi tercermin sekali ada perbaikan mobilitas,” katanya.
Rosdiana menuturkan, daya beli masyarakat yang terus meningkat menjadi indikator pendukung lainnya jika dilihat pada meningkatnya penjualan ritel, meski sebelumnya ada pencabutan subsidi dan naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Daya beli masyarakat itu membaik meskipun baru-baru ini ada dampak dari pencabutan subsidi, tetapi bisa kita katakan secara umum konsumsi rumah tangga itu yang menumpang PDB kita baik, karena indeks penjualan ritel itu juga positif atau terekspansi lah ini semua. Artinya ada perbaikan dari sisi permintaan konsumen untuk konsumsi rumah tangganya kita,” ucapnya.
Dijelaskan Rosdiana, situasi global juga menjadi faktor pendukung menguatnya ekonomi Indonesia jika merujuk pada data BPS, di mana nilai ekspor Indonesia sangat tinggi karena didukung oleh gejolak global yang membuat harga barang melambung tinggi.
“Jadi saya kira banyak faktor mungkin, salah satu kalau kita kaitkan dengan situasi internasional. Itu ada dari ekspor, dan ekspor kita itu naik karena kita diuntungkan di tengah-tengah gejolak global membuat kenaikan berbagai harga barang-barang produk mineral. Kita juga diuntungkan karena ada dua produk yang banyak dicari di pasar internasional sekarang itu berasal dari kita CPO dan batu bara,” ujarnya.
“Jadi dari sisi PDB dan pengeluaran kita bisa mendapatkan manfaat dari kenaikan ekspor itu sebenarnya,” imbuhnya.
Meski ekonomi Indonesia saat ini dalam kondisi sangat baik, namun Rosdiana mengingatkan pemerintah untuk tetap berhati-hati dengan berbagai ancaman di tahun depan yakni moneter, dimana tingkat suku bunga akan selalu berkaitan dengan konsumsi rumah tangga atau produksi lainnya.
“Jadi BI juga harus relatif hati-hati gitu, kalau kita misalnya ikut-ikutan tren suku bunga naik itu menjadi beban biaya. Artinya bisa memukul permintaan dan juga sisi produksi penawaran seperti itu, tetapi tantangannya adalah BI juga pasti harus hati-hati supaya depresiasi rupiah karena adanya aliran modal yang keluar karena tingkat suku bunga kita. Kalau suku bunga selisihnya terlalu jauh dengan tingkat suku bunga global, atau setidaknya di kawasan kita gitu,” jelasnya juga.
Rosdiana juga meminta agar pemerintah terus menjaga daya beli masyarakat agar tidak menurun dengan ancaman inflasi, karena jelang akhir tahun ada indikasi terjadinya kenaikan harga barang karena bertepatan dengan hari Natal dan Tahun Baru.
“Akhir tahun itu ada beberapa momen-momen yang biasanya harga-harga akan naik atau terjadi inflasi. Karena inflasi itu cerminan di tengah-tengah pemulihan permintaan domestik, kalau inflasi kita nanti bisa menembus sampai katakanlah sampai diatas 6 persen itu juga berbahaya,” ujarnya.
“Kalau misalkan dikombinasikan bagaimana supaya alih subsidi BBM itu bisa tepat, meskipun tidak terlalu signifikan akan tetapi itu bisa juga meredam kenaikan harga-harga, terutama dari non bahan makanan gitu,” pungkasnya.