Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah dalam rapat kerja bersama dengan Komisi IX DPR RI pada Selasa (8/11/2022) mengatakan, Upah Minimum (UM) akan mengacu pada PP 36/2021.
Menanggapi pernyataan Menaker bahwa UMP 2023 mengacu pada PP 36/2021, Presiden KSPI yang juga Presiden Partai Buruh Said Iqbal menegaskan penolakannya.
Menurutnya, omnibuslaw UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Dengan demikian, PP No 36 sebagai aturan turunan dari UU Cipta Kerja juga inskonstutusional.
"Jadi yang dipakai rumus kenaikan UMK adalah inflasi plus pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 13 persen," ujar Said Iqbal dalam keterangannya.
Baca juga: Said Iqbal Sebut Usulan No Work No Pay Akal-akalan Pengusaha
Menurutnya, purchasing power atau daya beli buruh sudah turun 30% akibat 3 tahun tidak ada kenaikan upah.
Ditambah lagi, dengan kenaikan harga BBM membuat inflasi tembus lebih dari 6,5%.
Sementara itu pertumbuhan ekonomi saat ini sangat bagus 5,72%. Maka kenaikan 13% sangatlah wajar.
"Jadi tidak masuk akal kalau kenaikan UMP/UMK di bawah nilai inflasi dengan rumus PP No 36," kata Said Iqbal.
Staf Khusus Menaker Dita Indah Sari mengatakan alasan pemerintah menggunakan PP 36/2021, sebab PP 78/2015 sudah tidak berlaku lagi.
"Kan sudah tidak berlaku karena ada cipta kerja," kata Dita saat ditemui di Kantor Kemnaker Pusat Jakarta.
Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan masih berdiskusi dengan stakeholder terkait besaran upah minimum, termasuk berdiskusi dengan unsur pekerja dan buruh sambil menunggu rilis data dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Data BPS yang diterima Kemnaker baru inflasi nasional, yakni sebesar 5 persen.
"Per daerah harus di break down supaya UMP nya tetap mengacu pada inflasi di daerah, bukan inflasi nasional, itu kita nunggu dari BPS," kata Dita.
"Formula (upah minimum) itu, upah sekarang plus inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Kalo inflasinya tinggi maka kenaikan nya tinggi kan," ujarnya.