News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Presidential Threshold

Waketum PPP Arsul Sani Tidak Setuju Jika Presidential Threshold Jadi Nol Persen

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani, saat menghadiri Diskusi Media, di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa (15/11/2022).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan tidak setuju jika kebijakan Presidential Threshold menjadi nol persen.

Arsul Sani, menjelaskan alasannya terkait hal tersebut.

Menurutnya, jika kebijakan Presidential Threshold diubah menjadi nol persen.

Banyak oligarki yang dengan mudahnya dapat mencalonkan presiden dan wakil presiden.

"Jadi negara kita itu kan banyak oligarki orang kaya. Dia bisa kemudian dengan kekayaannya ambil partai politik. Ya nyatakanlah udah bisa ikut pemilu ajalah," kata Arsul, saat menghadiri Diskusi Media, di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa (15/11/2022).

Lebih lanjut ia menjelaskan, banyak juga partai yang belum teruji pemilihan legislatifnya tapi mencalonkan pemimpin.

"Karena kalau jadi nol nanti. Partai itu belum teruji di dalam pemilihan legislatifnya. Tapi dia berhak ikut pemilu. Dia berbadan hukum dan berhak ikut pemilu," jelasnya.

Kata Arsul, kebijakan Presidential Threshold penting karena untuk mempersulit oligarki membuat partai politik.

"Karena untuk membuat partai politik yang bisa lolos verifikasi administrasi dan verifikasi faktual. Dengan kekuatan uangnya kemudian bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden," ujar Arsul Sani.

Baca juga: Deklarasikan Anies Baswedan Jadi Capres, NasDem Harus Koalisi Capai Presidential Threshold 20 Persen

Menurutnya, jika itu terjadi, partai politik tersebut belum teruji secara jaringan.

"Sementara secara jaringan dan segala macam belum terujilah," katanya.

Sebagai informasi, dalam pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) secara langsung di Indonesia dikenal istilah ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

Menurut Kompaspedia, presidential threshold adalah syarat minimal persentase kepemilikan kursi di DPR atau persentase raihan suara bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden.

Alasan penerapan

Aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold itu diberlakukan dengan sejumlah tujuan. Pertama memperkuat sistem presidensial.

Dalam sistem presidensial, presiden dan wakil presiden yang telah dipilih secara langsung oleh rakyat akan memiliki kedudukan yang kuat secara politik. Hal itu membuat presiden dan wakil presiden tidak dapat diberhentikan secara mudah karena alasan politik.

Kedua, penerapan presidential threshold adalah demi efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Jika sistem itu tidak diterapkan, bisa saja presiden dan wakil presiden yang terpilih diusung oleh partai atau koalisi partai politik yang jumlah kursinya bukan mayoritas di parlemen.

Jika hal itu terjadi, maka kemungkinan besar presiden dan wakil presiden sebagai lembaga eksekutif bakal kesulitan dalam menjalankan pemerintahan karena bakal diganggu oleh koalisi mayoritas di parlemen.

Terakhir, alasan penerapan presidential threshold adalah demi menyederhanakan sistem multipartai melalui seleksi alam.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini