"Dalam konteks ke-Indonesiaan, pondasi tersebut mewujud pada sikap tenggang rasa dan semangat gotong royong," ucapnya.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menambahkan, seiring perkembangan zaman dan modernisasi peradaban, upaya merajut kebersamaan dalam keberagaman masih dihadapkan pada berbagai tantangan.
Khususnya pada aspek ideologis, di mana masalah-masalah patogenik yang terkait dengan ideologi negara, pada umumnya berangkat dari dua isu utama.
Pertama, kelemahan dalam merawat dan mentransformasikan ideologi kebangsaan, dari mulanya rumusan-rumusan ideal abstrak, menjadi praktik-praktik kolektif kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan.
Kedua, ketidakmampuan dalam mencegah infiltrasi narasi dan gerakan kontra ideologi negara, dalam berbagai aspek dan dimensinya.
"Kita harus mengakui, ada semacam kealpaan dalam konteks tersebut. Kealpaan inilah yang membuat kelompok-kelompok konservatif-eksklusif mudah menginterupsi dunia pendidikan, kelembagaan sosial-kemasyarakatan, dan kelembagaan negara, dengan paham, ideologi dan doktrin keagamaan eksklusif yang menebarkan ancaman terhadap negara Pancasila," katanya.
"Karena itu, kita tidak boleh sedikitpun mengendurkan semangat kolektivitas dalam membangun kebersamaan dan merawat persatuan, dengan merangkul segenap komponen bangsa," ucap Bamsoet.
Dalam acara tersebut turut hadir Ketua Umum PSMTI Wilianto Tanta, Sekretaris Umum PSMTI Raymond A Arfandy dan Ketua Panitia Penyelenggara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI Henry Husada, serta 250 lebih anggota PSMTI dari berbagai daerah termasuk Papua. (*)