Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Wayan Sudirta menyampaikan tanggapan soal disinformasi di masyarakat tentang pasal perzinahan di KUHP yang baru saja disahkan DPR RI.
Sudirta menerangkan di masyarakat berkembang isu seakan dengan pasal 411 dan pasal 412 KUHP tersebut, ada sejumlah wisatawan membatalkan kunjungan ke Bali karena kuatir akan ancaman pidana dalam dua pasal KUHP tersebut.
Padahal, sejatinya menurut pejabat di Bali, tidak ada agen perjalanan membatalkan liburan ke BaliĀ seperti santer diberitakan.
"Sebagai anggota DPR Periode 2019-2024 telah melihat berbagai pertimbangan maupun perdebatan terkait hal ini," ujar Sudirta dalam siaran persnya, Jumat (9/12/2022).
Baca juga: Mantan Jaksa Agung RI Pertanyakan Sikap DPR Yang Mudah Meloloskan KUHP Baru
Sudirta menambahkan, pasal ini memang sempat menjadi perdebatan panjang karena dinilai sebagai kewenangan negara yang melewati batas pribadi seseorang.
Namun ada sebagian fraksi yang juga menyampaikan aspirasi dari beberapa pihak yang menginginkan Pasal ini ada.
Sebut Pergaulan Bebas Dosa Besar, Anggota DPR Ini Dukung Hukuman Rajam untuk Kaum LGBT Rajam: Harus!
Hotman Paris Sebut Ancaman Hukuman Tersangka Anak DPR Tergolong Ringan, Pertimbangkan Pasal 338 KUHP
Dengan alasan untuk memberikan perlindungan kepada generasi muda dari pengaruh seks bebas maupun sesuai dengan norma agama dan nilai adat.
Makna perzinaan dalam konteks dan nilai-nilai masyarakat Indonesia (bukan masyarakat kota besar saja), yang bersumber dari Agama, adat-istiadat, dan tata norma lainnya.
Hal ini, kata Sudirta, juga sejalan dengan norma hukum pidana yang menggali dan menghormati Hukum yang hidup dalam masyarakat.
"Pasal ini merupakan penghormatan kepada lembaga perkawinan yang telah diatur dalam Undang-Undang. Para perumus sepakat untuk menjadikan pasal ini tetap diperlukan, namun harus diatur secara sangat ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan," terang Sudirta.
Lanjut Sudirta, hal itu dirumuskan sebagai delik aduan dan pengaduan dibatasi hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang paling terkena dampak (suami/istri/orang tua/anak).
"Jadi tidak sembarangan dapat diberlakukan atau digunakan oleh aparat penegak hukum maupun pihak-pihak lain," kata Sudirta.
Selain itu, menurut Sudirta, pasal ini juga memberi penegasan adanya mekanisme hukum agar tidak terjadi persekusi oleh masyarakat yang selama ini sering terjadi.