TRIBUNNEWS.COM, JAWA TIMUR - Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) menyebutkan perkawinan anak di Indonesia menduduki peringkat ke-8 di dunia. Bahkan, peringkat ke-2 di ASEAN.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, sekira satu juta lebih perempuan di Indonesia menikah sebelum berumur 18 tahun.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kemenko PMK Femmy Eka Kartika Putri menjelaskan, pernikahan anak di Indonesia sangat tinggi disebabkan berbagai faktor.
Di antaranya, sosial atau lingkungan hidup, kesehatan, pola asuh, ekonomi, adat dan budaya, pendidikan serta kemudahan akses informasi.
Lebih lanjut, pernikahan anak akan menimbulkan dampak yang cukup serius terhadap permasalahan di dalam rumah tangga.
"Seperti, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), resiko kematian ibu dan anak, dampak psikologis atau mental, kemiskinan hingga perceraian," kata Femmy dalam paparannya saat Press Briefing Media Gathering di Hotel Rayz UMM, Malang, Jawa Timur, Kamis (15/12/2022) malam.
Selain itu, ia menambahkan, persoalan di Indonesia juga cukup serius ihwal kekerasan fisik dan kekerasan seksual pada perempuan.
Dia menyebut, setiap tahunnya angka kekerasan pada perempuan terus meningkat. Terlebih, pada masa Pandemi Covid-19.
"Satu dari empat perempuan pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual dan dari laporan Komnas Perempuan selalu meningkat setiap tahun. Masa pandemi bahkan lebih tinggi," katanya.
Femmy pun menyampaikan jika saat ini PMK tengah fokus untuk melakukan pengawasan dalam menekan angka perkawinan anak dan kekerasan fisik serta kekerasan seksual kepada perempuan.
Berbagai strategi telah dipersiapkan baik dari perangkat daerah hingga instansi.
"Saat ini Kemenko PKM sedang mengawal mengenai strategi pengawasan kepada kekerasan seksual gimana kedepannya agar menekan angka kekerasan seksual," imbuhnya.