KUHP terbaru itu diserahkan ke pemerintah untuk diteken Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan diberi nomor untuk masuk ke dalam lembar negara.
Paripurna untuk pengesahan KUHP terus tertunda sejak mendekati akhir masa bakti DPR periode 2014-2019 karena banyaknya gelombang aksi penolakan pasal yang dinilai publik bermasalah atau kontroversial.
Beberapa pasal kontroversial di antaranya pasal 98 yang mengatur pidana atau hukuman mati.
Dalam KUHP baru, pidana mati diancamkan secara alternatif.
Adapun bunyi Pasal 98 yaitu menjelaskan pidana mati tidak terdapat dalam stelsel pidana pokok.
Pidana mati ditentukan dalam pasal tersendiri untuk menunjukkan bahwa jenis pidana ini benar-benar bersifat khusus sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat.
Pidana mati adalah pidana yang paling berat dan harus selalu diancamkan secara alternatif dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Pidana mati dijatuhkan dengan masa percobaan, sehingga dalam tenggang waktu masa percobaan tersebut terpidana diharapkan dapat memperbaiki diri sehingga pidana mati tidak perlu dilaksanakan, dan dapat diganti dengan pidana penjara seumur hidup.
Kemudian dalam pasal 277, seseorang terancam denda maksimal Rp10 juta (kategori II) jika berjalan atau berkendara di atas tanah pembenihan.
Bunyi Pasal 277 menjelaskan larangan masuk berjalan atau berkendara bagi seseorang yang tidak memiliki hak di atas tanah oleh pemiliknya.
Dalam penjelasannya yang dimaksud dengan berkendaraan, misalnya menggunakan sepeda, sepeda motor, atau sarana angkutan lainnya.