News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

2 Hal Aneh dari Pengakuan Putri Candrawathi soal Pelecehan Seksual, Menurut Kriminolog UI

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Putri Candrawathi, terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (12/12/2022).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Krimonolog dari Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Muhammad Mustofa  dihadirkan sebagai saksi ahli dalam lanjutan sidang pembunuhan berencana Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (19/12/2022).

Dalam sidang tersebut, dia membeberkan keanehan terkait Putri Candrawathi yang sebelumnya mengaku diperkosa.

Mustofa memastikan terjadi tindak pidana pembunuhan berencana dalam perkara kematian Yosua Nopriansyah Hutabarat alias Brigadir J, yang melibatkan mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo Cs.

Dia menanggapi jaksa perihal fakta persidangan yang mengungkapkan bahwa terdakwa Ferdy Sambo masih melakukan kegiatan seperti biasa setelah mendapatkan informasi dari istrinya, Putri Candrawathi, terkait dugaan tindak kekerasan seksual di rumah pribadinya di Magelang pada 7 Juli 2022.

Baca juga: Putri Candrawathi Sayangkan Keterangan Ahli Kriminologi UI: Saya Ini Korban Kekerasan Seksual

Masih beraktivitas usai kejadian

Mustofa lalu menerangkan perbedaan antara pembunuhan berencana dan pembunuhan tidak berencana.

"Dalam pembunuhan tidak berencana, biasanya pembunuhan adalah reaksi seketika. Jadi tidak ada jeda waktu lagi. Menyaksikan istrinya diperkosa, dia melakukan tindakan misalnya penembakan terhadap pelaku," jelasnya.

"Jadi tidak ada jeda waktu untuk berpikir untuk melakukan tindakan-tindakan lain," imbuh kriminolog UI itu.

Jaksa pun memperjelas keterangan Mustofa selaku kriminolog dalam sidang Ferdy Sambo Cs.

"Artinya ahli menilai itu pasti berencana?" tanya jaksa penuntut umum.

"Pasti berencana," tegas Mustofa.

Tidak Melakukan Visum

Prof Muhammad Mustofa juga heran dengan terdakwa Ferdy Sambo yang tidak melakukan upaya visum terhadap Putri Candrawathi yang mengaku mengalami pelecehan seksual.

Menurutnya, sebagai perwira tinggi Polri berpangkat pangkat Inspektur Jenderal Polisi, seharusnya Sambo meminta istrinya melakukan visum sebagai bukti adanya dugaan pelecehan tersebut.

"Yang menarik begini, bagi seorang perwira tinggi polisi, dia tahu kalau peristiwa pemerkosaan itu membutuhkan saksi dan bukti. Satu barang bukti tidak cukup, dan harus ada visum, dan tindakan itu tidak dilakukan, (Sambo tidak) meminta Putri untuk melakukan visum," ujar Mustofa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (19/12/2022).

Mustofa mengatakan pelecehan seksual bisa saja dijadikan bukti yang dipertimbangkan sebagai motif pembunuhan terhadap Brigadir J.

Akan tetapi, dia menekankan ada kecukupan bukti terkait dengan peristiwa pelecehan seksual agar dipertimbangkan sebagai motif terjadinya pembunuhan.

"Sepanjang dicukupi dengan bukti-bukti (bisa menjadi motif). Karena dari kronologi yang ada adalah hanya pengakuan dari nyonya FS (Ferdy Sambo)," terang Mustofa.

Bukti Pembunuhan Berencana Brigadir J

Mustofa juga mengatakan menghapus CCTV, menghilangkan barang bukti hingga mengubah beberapa kali BAP (berita acara pemeriksaan) adalah bagian dari pembunuhan berencana.

“Itu adalah bagian dari perencanaan, termasuk bagaimana cara mempengaruhi proses agar supaya tidak diidentifikasi sebagai suatu peristiwa pembunuhan,” ujar Muhammad Mustofa.

“Dan itu biasanya dilakukan oleh para pelaku kejahatan, selalu berusaha mencari posisi yang lebih unggul, baik terhadap korban maupun proses," katanya menambahkan.

Muhammad Mustofa pun lebih lanjut membeberkan sejumlah ciri khas pelaku pembunuhan berencana.

Satu diantaranya adalah sudah memperhitungkan sejak awal untuk menghilangkan jejak kejahatannya.

“Pembunuhan berencana biasanya pelaku akan berusaha menghilangkan jejak, sama juga yang tidak berencana,” kata Muhammad Mustofa.

Namun, sambung Mustofa, pelaku pembunuhan berencana biasanya sudah berpikir sejak awal untuk menghilangkan jejak.

Sementara, pelaku pembunuhan yang tidak berencana akan menghilangkan jejak setelah peristiwa terjadi.

“Yang tidak berencana melakukan usaha menghilangkan jejak setelah peristiwa terjadi, dia merasa kenapa saya kok melakukan pembunuhan?, menyadari bahwa itu adalah kesalahan, baru berusaha menghilangkan jejak,” ujar Mustofa.

“Tapi kalau yang berencana dari awal sudah diperhitungkan apa yang harus dilakukan dalam rangka menghilangkan jejak,” tambahnya.

Bantahan Putri Candrawathi

Putri Candrawathi menyayangkan kesaksian  Muhammad Mustofa yang menyebut tidak ada motif pemerkosaan dalam perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Istri Ferdy Sambo itu bersikukuh telah menjadi korban kekerasan seksual.

"Saya menyayangkan kepada bapak (Mustofa) selaku ahli kriminologi hanya membaca dari satu sumber saja karena saya berharap bapak bisa memahami perasaan saya sebagai seorang perempuan korban kekerasan seksual dengan ancaman dan penganiayaan," kata Putri sambil menangis dalam kesempatan itu.

Di sisi lain, Putri mengaku tidak mengetahui peristiwa penembakan Brigadir J dengan alasan sedang beristirahat di kamar.

"Saya tidak pernah mengetahui bahwa suami saya Bapak Ferdy Sambo akan ke Duren Tiga dan juga tidak mengetahui peristiwa penembakan tersebut, karena saya sedang berada di kamar tertutup dan sedang beristirahat," ujar dia.

Bantahan Ferdy Sambo

Pada kesempatan itu, Ferdy Sambo membantah keterangan Muhammad Mustofa.

Ferdy Sambo menegaskan pelecehan yang dialami istrinya Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah benar terjadi.

Ferdy Sambo pun menyayangkan keterangan ahli kriminolog.

"Ada beberapa yang kami bantah, ada beberapa yang akan kami tanggapi. Pertama, bantahan terhadap ahli kriminolog, sangat disayangkan apabila konstruksi yang dibangun penyidik adalah konstruksi yang tidak menyeluruh yang diberikan kepada ahli."

"Sehingga hasilnya justru subjektif. Di mana penyidik menginginkan seluruh yang ada di rumah itu harus jadi tersangka," ucap Ferdy Sambo.

Lantas, Ferdy Sambo menyampaikan bantahannya terhadap pernyataan ahli kriminolog yang meragukan adanya pelecehan seksual di Magelang.

"Terkait tanggapan kejadian di Magelang yang tadi, ahli mengatakan itu tidak terjadi, saya pastikan itu terjadi dan tidak mungkin saya berbohong masalah kejadian itu, karena itu menyangkut istri saya," ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, dalam kasus tewasnya Yosua setidak ada lima orang yang kini duduk sebagai terdakwa pembunuhan berencana.

Mereka adalah Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Maruf.

Kelimanya didakwa dengan pasal pembunuhan berencana atau 340 KUHP yang hukuman maksimalnya adalah mati atau serendah-rendahnya adalah seumur hidup atau 20 tahun penjara.

Sumber: Tribunnew.com/Kompas.com/Kompas.TV

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini