"Sementara yang lain-lain (menurut saya) hanya di ikut sertakan dalam keadaan dia bawahan."
"Sehingga kemungkinan untuk menolak juga menjadi lebih kecil," kata Mustofa.
Atau bisa jadi ajudan mau melakukan karena telah memiliki hubungan emosional seperti saudara.
"Barangkali juga karena sudah bekerja lama hubungan emosional seperti saudara juga bisa terbangun sehingga itu juga lebih mendorong untuk melakukan (pembunuhan)."
"(Perencanaan ini tidak bisa dilakukan bersama-sama) kalau secara bersama-sama secara sosiologis tidak bisa, harus ada yang mengoordinasi, memimpin dan harus bertanggung jawab, sehingga yang lain-lain akan ikut serta," jelas Mustofa.
Baca juga: Berikut Isi Percakapan Ferdy Sambo dan Richard Eliezer yang Bawa Nama Kapolri, Dibongkar pada Sidang
Ingin Hilangkan Jejak
Mustofa juga mengungkapkan, biasanya reaksi pelaku pembunuhan berencana akan memiliki keinginan untuk menghilangkan jejak setelah berhasil melakukan kejahatan.
"Kalau secara umum, reaksi pertama adalah mencari cara untuk menghilangkan jejak."
"Semuanya pelaku akan mencoba menghilangkan jejak termasuk pembunuhan tidak berencana," kata Mustofa.
Kendati demikian, lanjut Mustofa, tindakan yang biasanya dilakukan pembunuhan berencana juga dipengaruhi oleh budaya.
Ada beberapa kasus, pelaku terpaksa melakukan pembunuhan untuk menjaga harga diri.
"Tapi pelaku tersebut sesuai tuntutan budaya, harus segera menyerahkan diri ke polisi dengan jujur, misalnya ‘Saya sudah melakukan tindakan kriminal, tolong saya dihukum’," jelasnya.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Igman Ibrahim)