TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy’ari, dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) oleh Hasnaeni Moein alias si Wanita Emas atas dugaan pelecehan seksual.
Hasnaeni lewat kuasa hukumnya, Farhat Abbas, melaporkan Hasyim Asyari pada Kamis (22/12/2022).
Farhat Abbas mengklaim pihaknya telah mengantongi bukti-bukti terkait dugaan pelecehan yang dilakukan Hasyim Asyari pada Hasnaeni.
Bukti-bukti itu, kata Farhat Abbas, termasuk chat pesan WhatsApp dan foto-foto.
“Bukti yang dibawa adalah pengakuan testimoni, kemudian dalam bentuk rekaman video, bukti-bukti komunikasi WA, dan foto-foto pembelian sebuah tiket ke Jogja."
"Kemudian foto-foto kebersamaan dan sebagainya,” terangnya di Kantor DKPP, Jakarta Pusat, Kamis.
Baca juga: Farhat Abbas Klaim Punya Bukti Tindakan Amoral Ketua KPU kepada Hasnaeni si Wanita Emas
Mengutip TribunBanten.com, Farhat Abbas pun berharap Hasyim Asy'ari dapat diproses.
"Kalau untuk etika dan kesalahan tidak mengeluarkan suatu keputusan atau berita acara, kita laporkan semua komisioner."
“Setidaknya dinon-aktifkan terlebih dahulu kemudian proses, kita serahkan ke Komisioner DKPP,” ujar Farhat.
Duduk Perkara
Dalam video yang diterima Tribunnews.com, Jumat (23/12/2022), Hasnaeni membeberkan awal mula dugaan pelecehan itu terjadi.
Ia mengaku dibujuk Hasyim Asyari dengan dalih akan meloloskan partainya menjadi peserta Pemilu 2024.
Namun, ternyata partainya hanya diloloskan ke tahap satu.
Hasnaeni menuturkan, dugaan pelecehan dilakukan Hasyim Asyari sejak Juli hingga Agusutsu 2022.
"Saya tidak bisa berkata apa-apa, kita buktikan saja nanti dengan fakta dan bukti yang ada, termasuk bukti chattingan antara saya dengan Bapaknya (Hasyim Asyari). Buktinya cukup kuat."
"Ada (iming-iming untuk meloloskan partai saya) dan saya sangat sedih dijanjikan, dan akhir hidup saya berakhir di penjara," kata Hasnaeni dalam video.
Baca juga: Tim Ahli Minta KPU Terbuka dalam Penyusunan Dapil agar tak Mudah Diintervensi Parpol
Ia pun menunjuk Farhat Abbas sebagai kuasa hukumnya. Farhat pun berharap Hasyim Asyari bisa dihukum seberat-beratnya.
"Kita terima kesaksian ini, semoga tidak dicabut dan segera dipertanggungjawabkan secara hukum dan (Ketua KPU) dihukum seberat-beratnya," kata Farhat Abbas.
Sementara itu, Hasyim Asyari hanya berkomentar singkat atas laporan yang ditujukan padanya.
Ia mengatakan akan mengikuti perkembangan laporan yang diajukan ke DKPP.
"Kami mengikuti perkembangan pengaduan ke DKPP tersebut," kata Hasyim Asyari, Kamis.
Komisioner KPU sendiri belum berani berkomentar banyak atas dugaan pelecehan seksual tersebut.
Saat dihubungi Tribunnews.com, Komisioner KPU, I Dewa Raka Sandi, enggan berkomentar lantaran masih dalam tugas di Medan, Sumatera Utara.
Juga Dilaporkan atas Penyalahgunaan Jabatan
Selain dugaan pelecehan seksual, Hasyim Asyari juga dilaporkan atas dugaan penyalahgunaan jabatan dan wewenang.
Laporan ini diajukan oleh sejumlah partai politik (parpol) yang tergabung dalam Gerakan Melawan Political Genoside (GMPG).
Partai yang tergabung dalam GMPG adalah Partai Perkasa, Partai Masyumi, Partai Pandai, Partai Pemersatu Bangsa, Partai Kedaulatan, Partai Reformasi, Partai Prima, Partai Berkarya, dan Partai Republik Satu.
Dalam kasus ini, Farhat Abbas yang merupakan Ketum Partai Negeri Daulat (Pandai), juga ditunjuk menjadi kuasa hukum.
Mengutip Kompas.com, dalam laporan kedua ini, Farhat cs mempersoalkan tak terbitnya berita acara atau surat keputusan KPU RI bagi partai-partai yang tak lolos tahap pendaftaran.
Menurutnya, harus ada yang dijadikan dasar ketidaklolosan partai politik dalam seleksi Pemilu 2024.
Adapun Farhat dkk memberi waktu tujuh hari bagi DKPP untuk memproses aduan mereka.
Sementara itu, Anggota DKPP, J Kristiadi, menyebut pihaknya pasti memproses semua aduan yang masuk sesuai ketentuan.
Hal ini sesuai Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 dan Nomor 2 Tahun 2019, yang menyatakan bahwa setiap aduan yang masuk ke DKPP akan dilakukan proses verifikasi.
Selanjutnya, jika dianggap lolos verifikasi, aduan tentang pelanggaran etik penyelenggara pemilu itu bakal disidangkan oleh majelis yang beranggotakan ketua dan anggota DKPP.
Bagi penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar etik berdasarkan sidang putusan majelis dapat disanksi berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, hingga pemberhentian permanen.
"Kita sebetulnya lembaga yang pasif, tidak bisa kita agresif untuk membuat inisiatif. Tidak mungkin," kata Kris, Kamis
Tenggat waktu tujuh hari yang diberikan Farhat, kata Kris, juga bukan sesuatu yang harus dipatuhi DKPP.
"Permintaan itu kan ancer-ancer, ancer-ancer itu kita juga tidak mau menyampaikan sesuatu yang asal sembarangan."
"Saya enggak membatasi dan kita juga tidak menunda-nunda sebetulnya. Kalau bisa cepat lebih bagus kan," jelas Kris.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Mario Christian Sumampow)(TribunBanten.com/Abdul Rosid)(Kompas.com/Vitorio Mantalean)