TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil survei lembaga Charta Politika menunjukkan 47,5 persen responden menyatakan ekonomi Indonesia lebih baik di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketimbang saat era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, saat era Presiden SBY memimpin, hanya 40,4 persen publik menganggap lebih baik.
Hal itu disampaikan Yunarto rilis survei nasional Catatan Akhir Tahun Tren Persepsi Publik dan Proyeksi Politik Menuju 2024 secara virtual, Kamis (22/12/2022).
"Kalau kita lihat 47,5 persen menyatakan lebih baik pemerintahan Jokowi dan 40,4 persen menyatakan lebih baik pemerintahan SBY," kata Yunarto.
Baca juga: Rekam Jejak Charta Politika, Lembaga Survei yang Dipimpin oleh Pengusaha Restoran
Yunarto menyebut pihaknya meminta tanggapan responden mengenai kemampuan kedua pemimpin tersebut dalam mengelola krisis.
"Dulu Pak SBY mengalami tidak sebesar Pak Jokowi, situasi eksternalnya ada gangguan terkiat berakhirnya commodity boom yang selama pemerintahan SBY itu menjadi kontributor terbesar dari adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kenaikan harga batu bara, minyak sawit, dan karet," paparnya.
Menurut Yunarto, ekonomi Indonesia mengalami guncang setelah berakhirnya commodity boom.
"Dan kita tahu kecenderungan ekonomi kita agak guncang setelah commodity boom selesai," ucapnya.
Berbeda dengan era SBY, Yunarto menerangkan pemerintahan Jokowi menghadapi berbagai situasi seperti Pandemi Covid-19 hingga kondisi geopolitik perang Ukraina dan Rusia.
"Sementara pemerintahan Jokowi mengahadapi situasi pandemi dan geopolitik perang di Ukraina dan Rusia yang berpengaruh terhadap pangan dan energi terutama," ungkap Yunarto.
Selian itu, survei juga memotret soal tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin selama periode tahun 2022 ini.
Dalan survei terbaru, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah meningkat dengan angka tertinggi selama tahun 2022 ini.
"Sangat puas 14,7 persen, cukup puas 58,2 persen. (72,9 persen). Kepuasan ini adalah penjumlahan sangat puas dengan cukup puas," kata Yunarto.
Sementara, ada sebanyak 23,1 persen menyatakan kurang puas dan 2,7 persen tidak puas sama sekali (total 25,8 persen). Sedangkan, yang menjawab tidak tahu/tidak jawab sebesar 1,3 persen.
Yunarto pun mengatakan, bahwa yang menarik jika melihat tren data, baik dari data 2020 sampai hasil evaluasi data di awal hingga akhir 2022, menunjukan ada peningkatan.
Dalam catatan Charta Politika, bahwa sepanjang tahun 2022 ini, tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintah tertinggi ada di bulan Desember 2022 ini.
Hal tersebut terlihat dari tren data yakni Januari 2022 (71,7 persen), Februari 2022 (65,3 persen), April 2022 (62,9 persen), Juni 2022 (68,4 persen), September 2022 (63,5 persen), November 2022 (69,5 persen) dan Desember 2022 (72,9 persen).
"Situasi-situasi politik, terutama dari sisi dunia internasional kalau kita lihat ada keberhasilan penyelenggaraan G20 di Bali dan situasi politik pun cenderung bisa dikatakan stabil secara elektoral," jelas Yunarto.
Yunarto juga menambahkan, pihaknya juga memotrer soal penilaian publik terhadap kondisi di bidang ekonomi saat ini.
Baca juga: Survei Charta Politika: Tingkat Kepercayaan Publik Paling Tinggi ke TNI, DPR Paling Rendah
Menurutnya, tren di budang ekonomi mengalami kenaikan seiring tingkat kepuasan kinerja pemerintahan.
"Sangat baik 5,7 persen, baik 47,0 persen, buruk 42,2 persen, sangat buruk 3,8 persen dan 1,5 persen tidak tahu/tidak jawab," ujar Yunarto.
"Jika dilihat tren, sejak November 2022 pertama kalinya di tahun 2022 tingkat persepsi yang menyatakan baik lebih banyak ketimbang buruk. Ini situasi baik, apalagi kita dalam situasi belum lepas dari status pandemi," sambungnya.
Charta Politika juga memotret soal optimisme masyarakat di bidang ekonomi. Hal tersebut dinilai perlu dalam menggambarkan kondisi ekonomi setahun mendatang.
Apalagi, isu soal resesi ekonomi bakal terjadi di tahun 2023, mendatang.
Yunarto menyebut, jika optimisme masyarakat sangat tinggi dalam bidang ekonomi.
"Optimisme 65,4 persen, tidak optimisme 27,2 persen, dan 7,5 persen tidak tahu/tidak menjawab," jelasnya.
Publik Dorong Reshuffle Kabinet
Selain soal kinerja pemerintah, Charta Politika juga memotret soal persepsi publik terhadap para menteri di Kabinet Indonesia Maju.
Hasilnya, sebanyak 60,5 persen menyatakan puas terhadap kinerja para menteri. Lalu, 32, 7 persen menyatakan tidak puas dan 6,9 persen menyatakan tidak tahu/tidak menjawab.
Yunarto pun berpandangan, bahwa tingkat kepercayaan yang tinggi publik terhadap Presiden Jokowi masih menjadi faktor bahwa kinerja menteri baik.
"Sosok kepercayaan terhadap presiden dan wapres ini masih menjadi faktor dab lebih punya peran," terangnya.
Meski demikian, publik juga dimintai soal persepsinya apakah perlu di lakukan reshuffle kabinet saat ini.
Hasilnya, 61,8 persen setuju jika dilakukan reshuffle kabinet. Sedangkan, 26,6 persen tidak setuju dan 11,7 persen menyatakan tidak tahu/tidak menjawab.
"Pekerjaan rumah untuk presiden Jokowi, kalau ingin meninggalkan legecy memastikan bukan hanya dirinya yang dicintai masyarakat, tetapi kinerja dari menterinya bisa menopang kepuasan dan kepercayaan publik terhadap beliau," papar Yunarto.
Baca juga: Survei Charta Politika: Mayoritas Publik Setuju Jika Jokowi Reshuffle Kabinet
"Apalagi menjelang Pemilu, ada menteri-menteri yang ingin nyapres, warpres, bahkan menteri dari parpol yang kecenderungan posisi politiknya agak berbeda, ini perlu menjadi catatan terutama di dua tahun terakhir ini," jelas Yunarto.
Sebagai informasi, Survei dilakukan pada tanggal 8 - 16 Desember 2022, melalui wawancara tatap muka secara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur.
Jumlah sampel sebanyak 1220 responden, yang tersebar di 34 Provinsi.
Metodologi yang digunakan adalah metode acak bertingkat (multistage random sampling) dengan margin of error kurang lebih (2.83 persen) pada tingkat kepercayaan 95 persen. (Tribun Network/ Yuda).