Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Farhat Abbas, kuasa hukum Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni, membeberkan kronologi intimidasi yang dialami oleh kliennya.
Diketahui sebelumnya beredar video Hasnaeni atau Wanita Emas mengklarifikasi pernyataannya terhadap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari.
Dalam video berdurasi dua menit 17 detik itu Hasnaeni menyatakan dugaan asusila yang dilakukan Hasyim kepada dirinya tidak benar.
Farhat langsung menegaskan video tersebut dibuat oleh Hasnaeni di bawah ancaman Hasyim.
Alasannya supaya si wanita emas itu tetap bungkam dan kasus dugaan asusila tidak melebar lebih luas.
Adapun rentetan kronologi bermula dari tanggal 6 November 2022. Hasnaeni menandatangani Surat Kuasa Khusus kepada Farhat untuk melaporakan Hasyim ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan kepolisian atas dugaan pelecehan seksual dan pemerkosaan yang ia alami.
Lalu, pada tanggal 16 November 2022 Farhat mengirim surat somasi 1 Hasyim untuk mengklarifikasi dugaan pelecahan dan pemerkosaan terhadap Hasnaeni. Namun surat tersebut tidak digubris Hasyim dan pengacaranya.
Surat somasi pun dikirim lagi pada tanggal 21 November 2022 dan 24 November 2022. Namun hasil yang didapat oleh Farhat tetap sama. Tak ada respon.
Farhat menjelaskan, selama proses somasi, Hasyim mengancam Hasnaeni dengan memberitahu ihwal Hasnaeni bisa diancam hukuman kasus yang diperberat jika tetap melaporkan Hasyim ke DKPP dan kepolisian.
Baca juga: Farhat Abbas Minta Dugaan Asusila Ketua KPU Terhadap Hasnaeni Wanita Emas Diproses Sampai Tuntas
"Hasyim Asy'ari mengancam hukuman terhadap kasus saya akan diperberat yang disampaikan melalui pengacara saya saudara Bryan Gautama jika tidak mencabut surat kuasa khusus kepada saudar Farhat Abbas," kata Hasnaeni dalam surat keterangan kronologi yang diberikan oleh Farhat kepada awak media, Senin (26/12/2022).
Lalu pada tanggal 21 November 2022 atas intimidasi, tekanan, dan ancaman tersebut Hasnaeni mendandatangani surat pencabutan kuasa khusus kepada Farhat dengan membuat Surat Pernyataan Pembatalan Surat Kuasa.
Sehingga pada tanggal 11 Desember 2022 di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung RI Hasnaeni mengaku terpaksa terpaksa membuat video dan menandatangi surat pernyataan klarifikasi tertanggal 18 November 2022.
Diketahui sbelumnya, Gerakan Melawan Political Genocide (GMPG) yang terdiri dari 9 partai yang tidak lolos menjadi peserta Pemilu 2024 melaporkan KPU RI Hasyim Asy'ari ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
GMPG melaporkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua KPU RI.
"Pada 22 Desember, tepatnya pada sore ini, membuat satu laporan tentang asusila dan etik, tepat di DKPP sebagai satu badan yang punya tugas untuk menyidangkan pelanggaran etika yang ada, bagi penyelenggara pemilu KPU dan Bawaslu," kata Kuasa Hukum GMPG Farhat Abbas di kantor DKPP, Jakarta, Kamis (22/12/2022).
Farhat mengatakan Ketua KPU RI diduga telah melakukan tindak asusila kepada Hasnaeni atau wanita emas yang merupakan Ketua Umum Partai Republik Satu.
Menurutnya, berdasarkan pengakuan kliennya, Ketua KPU sempat mendatangi rumah dan kantor Partai Republik Satu.
"Ada videonya tuh. Ada di laporannya. Video pengakuannya bukan video berhubungannya, testimoni kan ketika dia melaporkan dia harus membuat suatu pengakuan," ujarnya.
Tanggapan Ketua KPU
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari angkat bicara menanggapi laporan tersebut.
Belum ada bantahan ataupun klarifikasi. Hasyim hanya mengatakan saat ini pihaknya mengikuti perkembangan laporan aduan ke DKPP.
Baca juga: Klarifikasi Wanita Emas soal Dugaan Pelecehan Seksual oleh Ketua KPU: Tak Benar, Saya Sedang Depresi
"Kami mengikuti perkembangan pengaduan ke DKPP tersebut," ujarnya singkat saat dihubungi, Kamis (22/12/2022).
Sementara itu, Anggota DKPP J Kristiadi mengatakan pihaknya merupakan lembaga pasif yang akan bertindak jika ada laporan. Dia menyebut tugas DKPP hanya menerima dan memutus suatu perkara.
Kristiadi mengatakan pihaknya tidak bisa memutuskan suatu perkara dengan terburu-buru. Dia menyebut pihaknya akan memproses terlebih dahulu setiap laporan yang ada.
"Jadi kita sebetulnya lembaga yang pasif, tidak bisa kita agresif (menindak tanpa laporan) untuk membuat inisiatif. Tidak mungkin. Kalau ada laporan kita terima tentu, dengan baik dong," ujarnya di kantor DKPP, Jakarta Pusat.
"Ya permintaan itu kan ancer-ancer, ancer-ancer itu kita juga tidak mau menyampaikan sesuatu yang asal sembarangan," tambahnya.