News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT KPK di Jawa Timur

Rocky Gerung Kaitkan Penggeledahan Kantor Khofifah dengan Anies Baswedan, Ini Kata Ketua KPK

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sahat Tua Simanjuntak mendapat ucapan selamat dari Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, seusai mengucapkan sumpah jabatan Wakil Ketua DPRD Jatim pada 30 September 2019.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri merespons pernyataan Pengamat Politik Rocky Gerung yang mengait-ngaitkan penggeledahan kantor Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dengan pencapresan Anies Baswedan.

Firli merasa heran dengan pikiran Rocky karena apa yang dilakukan KPK selalu dibaca untuk menjegal langkah mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.

“KPK penyelidikan perkara korupsi Formula E dibilang Firli menjegal Anies. Sekarang KPK geledah kantor Gubernur Jatim juga dibilang ada hubungan dengan Anies. Jadi apa-apa yang dilakukan KPK untuk menjegal Anies,” katanya kepada wartawan saat dimintai tanggapan soal pernyataan Rocky, Senin (26/12/2022).

Firli mengatakan jalan pikiran yang demikian itu tidak masuk akal karena mengandaikan seolah Anies terlibat dengan semua perkara korupsi yang ditangani KPK.

“Memangnya Anies ada keterlibatan dengan semua perkara korupsi yang ditangani KPK. Jangan-jangan perkara korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe nanti dikatakan untuk menghambat Anies (jadi capres),” ungkap Firli. 

Baca juga: KPK Agendakan Pemeriksaan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa Usai Ruang Kerja Digeledah

Pengembangan Kasus Sahat

Firli menegaskan aksi penggeledahan tim KPK beberapa waktu lalu dalam rangka pengembangan penanganan perkara korupsi dana hibah yaitu dengan tersangka Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Simanjuntak.

Tim KPK tidak hanya menggeledah kantor Khofifah melainkan juga beberapa tempat seperti kantor Sekda dan sejumlah dinas, termasuk ruang kerja Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak.

“Masa iya, KPK menangani perkara korupsi dana hibah di Jatim dengan tersangka Wakil DPRD Sahat Tua Simanjuntak dikatakan ada kaitan dengan Anies Baswedan? Mari menggunakan pikiran yang cerdas dan obyektif,” kata dia.

Pernyataan Rocky Gerung di Youtube

Sebelumnya, pengamat politik sekaligus akademisi Rocky Gerung mengatakan penggeledahan Gedung DPRD hingga Kantor Gubernur dan Wagub Jatim bisa jadi ada hubungannya dengan Anies Baswedan.

Ini disebut Rocky mengingat adanya potensi Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menjadi bakal calon wakil presiden (bacawapres) bagi mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

"Khofifah itu potensi jadi wapresnya Anies Baswedan. Jadi kalau kita lihat konteks itu yah mungkin Anies dicegah untuk mewapreskan Khofifah,” ucapnya dalam kanal YouTube-nya, Kamis (22/12/2022).

Menurutnya, suara Khofifah itu yang justru akan jadi penentu kemenangan Anies bila jadi disandingkan.

“Anies kan kalau saya pelajari statistik kecil-kecilan itu, kalau Anies dapat tiket, tiket itu mesti datang dari wilayah Jawa Timur. Elektabilitas Anies pasti akan di-supply Jawa Timur,” tuturnya.

Untuk memenangkan suara di Jawa Timur kata Rocky, Anies butuh sosok Khofifah.

“Kan Anies bisa memenangkan semua daerah. Kalau Jawa Timur dia enggak pegang, itu artinya enggak bisa jadi presiden. Jadi kira-kira itu intinya,” katanya.

4 Orang Jadi Tersangka

Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka.

Yakni antara lain, Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P. Simandjuntak, Rusdi selaku Staf Ahli Sahat , Abdul Hamid selaku Kepala Desa Jelgung sekaligus selaku Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas), dan Ilham Wahyudi alias Eeng sebagai koordinator lapangan Pokmas.

Penetapan tersangka ini menindaklanjuti operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar tim penindakan KPK di Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu (14/12/2022) malam lalu.

Saat itu, tim KPK mengamankan barang bukti berupa uang dalam pecahan rupiah, dolar Singapura dan dolar AS dengan nilai seluruhnya Rp1 miliar.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam jumpa pers menjelaskan bahwa konstruksi kasus ini bermula saat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat. 

Distribusi penyalurannya antara lain melalui Pokmas untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan.

Johanis berujar pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, satu di antaranya Sahat.

Sahat disebut menawarkan diri untuk membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah dengan kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka (ijon). Abdul Hamid bersedia menerima tawaran tersebut.

“Diduga ada kesepakatan antara tersangka STPS dengan tersangka AH (Abdul Hamid) setelah adanya pembayaran komitmen fee ijon, maka tersangka STPS juga mendapatkan bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan. Sedangkan tersangka AH mendapatkan bagian 10 persen,” kata Johanis, Jumat (16/12/2022) dini hari.

Besaran dana hibah yang difasilitasi dan dikoordinasikan oleh kedua tersangka tersebut yaitu: sebanyak Rp 40 miliar telah disalurkan pada 2021 dan Rp40 miliar di tahun 2022.

“Agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan 2024 bisa kembali diperoleh Pokmas, tersangka AH kemudian kembali menghubungi tersangka STPS dengan bersepakat untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp2 miliar,” ungkap Johanis.

Namun, uang yang baru diterima Sahat hanya sebesar Rp1 miliar. Uang ini yang diamankan tim KPK saat menggelar OTT. 

Sedangkan Rp1 miliar lainnya direncanakan akan diberikan pada Jumat (16/12/2022).

KPK menduga Sahat telah menerima total Rp5 miliar terkait pengelolaan dana hibah tersebut.

“Berikutnya tim penyidik masih akan terus melakukan penelusuran dan pengembangan terkait jumlah uang dan penggunaannya yang diterima tersangka STPS,” kata Johanis.

Atas perbuatannya, Sahat dan Rusdi selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara Abdul Hamid dan Eeng selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini