Terakhir, Kuat Ma'ruf jujur dan berbohong.
"Dari skoring yang Anda sebutkan itu menunjukkan indikasi apa? Bohong? jujur atau antara bohong dan jujur?" tanya hakim.
"Untuk hasil +NDI (No Deception Indicated) tidak terindikasi berbohong," ungkap Aji.
"Kalau Sambo terindikasinya apa?" cecar hakim.
"Minus, terindikasi berbohong. Kalau PC terindikasi berbohong. Kalau Kuat, jujur dan terindikasi berbohong," tutur Aji.
Menyikapi hal tersebut, Ferdy Sambo menyayangkan sikap Pusat Laboratorium Forensik Polri (Puslabfor) yang mencari pembuktian hanya berdasarkan isu dan titipan penyidik kepolisian.
"Kami menyampaikan bahwa sangatlah disayangkan dalam pembuktian oleh Puslabfor ini hanya berdasarkan isu, kemudian titipan penyidik," kata Ferdy Sambo.
Sambo menegaskan bahwa fakta dan independensi dari seorang ahli semestinya berangkat dari kemandirian dan pendirian selaku kapasitasnya, bukan justru terpengaruh oleh dugaan-dugaan yang disampaikan penyidik.
"Sebaiknya fakta dan independensi dari ahli ini bukan dari penyidik," tutur Sambo.
Ia juga mengatakan bahwa sikap Puslabfor dan ahli Poligraf banyak berdampak pada istrinya, Putri Candrawathi dan keluarga. Sebab kata Sambo, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh ahli kepada Putri di luar dari konteks perkara pembunuhan berencana.
"Ahli harusnya mengetahui dampak yang ahli berikan terhadap hasil ini kepada keluarga saya. Tapi ini faktanya, tidak ada hubungannya perkara 340 ahli tanyakan ke istri saya," ujarnya.
Sebagai informasi, dalam perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, terdapat lima terdakwa.
Dua di antaranya ialah Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi.
Mereka menjadi terdakwa bersama tiga orang lainnya, yaitu Bripka Ricky Rizal, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, dan Kuat Maruf.