News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

Hasil Lie Detector Ferdy Sambo Cs Disebut Bisa Jadi Alat Bukti Sah dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J

Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (13/12/2022). Hasil lie detector Ferdy Sambo Cs disebut bisa dijadikan alat bukti dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil tes lie detector atau uji kebohongan disebut bisa menjadi alat bukti sah dalam persidangan perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir.

Hal itu diungkapkan ahli hukum pidana yang juga juru bicara (jubir) RKUHP, Albert Aries saat menjadi saksi meringankan untuk Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (28/12/2022).

Albert mengatakan soal barang bukti sebenarnya sudah diatur dalam pasal 39 KUHP.

Sementara alat bukti sudah diatur dalam Pasal 184 KUHP.

Namun, adanya lie detector sebagai metode pembuktian belum termaktub dalam KUHP baru.

"KUHP membedakan alat bukti dengan barang bukti. Barang bukti diatur dalam Pasal 39 KUHP, alat bukti diatur (Pasal) 184 KUHP yang limitatif ada saksi ada surat ahli petunjuk keterangan terdakwa. ketika ada metode seperti itu yang mungkin belum termaktub atau diatur dalam KUHP karena prinsip hukum acara itu limitatif dan interaktif, terbatas dan memaksa," kata Albert.

Baca juga: Bharada E Dinilai Salah Artikan Perintah Hajar dari Sambo, Kuasa Hukum: Kenapa Dijanjikan Uang?

Albert menambahkan, hasil lie detector bisa saja dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan dengan syarat dipaparkan ahli terkait.

"Kita ketahui KUHP ini dari tahun 81 banyak tidak update dengan perkembangan terkini, teknologi sebagainya. Maka ketika hasil metode itu dibunyikan, maka ketika hasil pemeriksaan itu dibunyikan oleh keterangan ahli, maka dia bisa menjadi alat bukti yang sah dan sepenuhnya pertimbangannya otoritatif hakim untuk menilai," jelasnya.

Kubu Ferdy Sambo Sebut Hasil Tes Poligraf Tak Bisa Jadi Bukti Valid

Sebelumny, kubu Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menghadirkan seorang saksi a de charge atau meringankan bagi terdakwa, Selasa (27/12/2022).

Saksi merupakan seorang ahli pidana, yaitu Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Andalas, Elwi Danil.

Baca juga: Ahli Pidana Ungkap Perbuatan Hukum Bharada E Bisa Dihapuskan Karena Turuti Perintah Ferdy Sambo

Dalam kesaksiannya, Elwi menyampaikan terkait penggunaan lie detector yang dalam kasus ini dengan alat tes poligraf.

Menurutnya, tes poligraf merupakan mekanisme yang masih bisa diperdebatkan lebih lanjut. Terutama terkait posisinya, apakah sebagai alat bukti atau barang bukti.

"Ini suatu aspek yang masih perlu diperdebatkan lebih lanjut. Apakah hasil poligraf itu merupakan alat bukti atau barang bukti," katanya dalam persidangan, Selasa (27/12/2022).

Baca juga: Pengacara Ferdy Sambo Singgung Keterangan Bharada E Beda dari Terdakwa Lain

Karena itu, dia menilai perlu adanya kesesuaian dengan peraturan yang diacu terkait penggunaan lie detector, khususnya tes poligraf.

"Seperti ada Perkap Polri yang mengatur dengan cara bagaimana yang diperiksa," kata Elwi.

Jika dalam prosesnya terdapat ketidak sesuaian dengan hukum yang mengatur, maka hasil tes poligraf itu disebut Elwi mesti dikesampingkan sebagai bukti.

"Kalau itu disimpulkan sebagai sesuatu yang tidak benar, kalau seandainya dia diposisikan sebagai alat bukti, tidak bisa diterima sebagai alat bukti yang sah. Harus dikesampingkan," katanya.

Hasil Tes Poligraf Ferdy Sambo cs

Saksi ahli membongkar hasil tes poligraf lima terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (14/12/2022).

Berdasarkan hasil lie detector Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E dan Ricky Rizal disebut jujur.

Sementara Ferdy Sambo dan Putri Chandrawathi berbohong, sedangkan Kuat Maruf jujur dan terindikasi berbohong.

Awalnya, Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso bertanya kepada Kepala Urusan Bidang Komputer Forensik Ahli Poligraf, Aji Febriyanto Ar-rosyid soal skor hasil tes poligraf tersebut.

Baca juga: Sidang Ferdy Sambo, Ahli Pidana Ungkap 5 Kategori Pelaku Penyerta dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J

"Tadi saudara menggunakan metode skoring atau penilaian terhadap para terdakwa. Terhadap kelimanya menunjukkan. Skornya berapa?," tanya Wahyu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (14/12/2022).

"Bapak Ferdy Sambo nilai totalnya -8, Putri -25. Kuat Ma’ruf dua kali pemeriksaan, yang pertama hasilnya +9 dan kedua -13, Ricky dua kali juga pertama +11, kedua +19, Richard +13," jawab Aji.

Aji menjelaskan terkait skor plus dan minus dari hasil pemeriksaan poligraf tersebut. Plus menandakan jika terperiksa jujur, sedangkan minus menandakan terperiksa berbohong.

Dalam catatannya, Sambo dan Putri terindikasi bohong. Adapun berdasarkan skor, Richard dan Ricky dinyatakan memberikan keterangan jujur.

Terakhir, Kuat Ma'ruf jujur dan berbohong.

"Dari skoring yang Anda sebutkan itu menunjukkan indikasi apa? Bohong? jujur atau antara bohong dan jujur?" tanya hakim.

"Untuk hasil +NDI (No Deception Indicated) tidak terindikasi berbohong," ungkap Aji.

"Kalau Sambo terindikasinya apa?" cecar hakim.

"Minus, terindikasi berbohong. Kalau PC terindikasi berbohong. Kalau Kuat, jujur dan terindikasi berbohong," tutur Aji.

Menyikapi hal tersebut, Ferdy Sambo menyayangkan sikap Pusat Laboratorium Forensik Polri (Puslabfor) yang mencari pembuktian hanya berdasarkan isu dan titipan penyidik kepolisian.

"Kami menyampaikan bahwa sangatlah disayangkan dalam pembuktian oleh Puslabfor ini hanya berdasarkan isu, kemudian titipan penyidik," kata Ferdy Sambo.

Sambo menegaskan bahwa fakta dan independensi dari seorang ahli semestinya berangkat dari kemandirian dan pendirian selaku kapasitasnya, bukan justru terpengaruh oleh dugaan-dugaan yang disampaikan penyidik.

"Sebaiknya fakta dan independensi dari ahli ini bukan dari penyidik," tutur Sambo.

Ia juga mengatakan bahwa sikap Puslabfor dan ahli Poligraf banyak berdampak pada istrinya, Putri Candrawathi dan keluarga. Sebab kata Sambo, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh ahli kepada Putri di luar dari konteks perkara pembunuhan berencana.

"Ahli harusnya mengetahui dampak yang ahli berikan terhadap hasil ini kepada keluarga saya. Tapi ini faktanya, tidak ada hubungannya perkara 340 ahli tanyakan ke istri saya," ujarnya.

Sebagai informasi, dalam perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, terdapat lima terdakwa.

Dua di antaranya ialah Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi.

Mereka menjadi terdakwa bersama tiga orang lainnya, yaitu Bripka Ricky Rizal, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, dan Kuat Maruf.

Kelimanya telah didakwa pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Selain itu, ada pula terdakwa obstruction of justice atau perintangan perkara. Mereka ialah Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa obstruction of justice telah didakwa Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini