TRIBUNNEWS.COM – Data Kemenhub pada 2017 menyebutkan, truk dengan muatan berlebihan atau over dimension overload (ODOL) angkutan barang telah memaksa pemerintah mengeluarkan anggaran fantastis hingga sebesar Rp43 triliun, untuk perbaikan kerusakan infrastruktur lalu lintas angkutan jalan raya di berbagai daerah.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin mendukung penerapan larangan truk ODOL. Kebijakan ini memang mendapat respons positif dari kalangan aktivis yang selama ini mendorong agar pemerintah bersikap tegas, untuk mengatasi aktivitas rutin armada truk bermuatan berlebihan di jalan raya di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Dia juga meminta Polri harus mendukung kebijakan Kemenhub. Menurutnya, Kepolisian RI (Polri) dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) harus satu kata dalam menyikapi kebijakan larangan truk ODOL
Ahmad juga memaparkan observasi yang dia lakukan tentang truk muatan berlebihan yang lebih menguntungkan pengusaha ketimbang muatan normal.
Bila dihitung dalam kondisi normal, Ahmad menyebut harga sewa truk Wing Box yang mengangkut air mineral dari Sukabumi ke Jakarta, rata-rata Rp6 juta sekali jalan.
“Kalau dihitung, satu truk Wing Box rata-rata kapasitasnya 575 galon. Tapi faktanya, truk besar yang kapasitasnya 575 galon itu justru kerap terlihat diisi melebihi kapasitas, bisa dipaksakan hingga muat sampai 1.100 galon,” jelasnya.
“Kalau dihitung, ada tambahan muatan rata-rata sebanyak 625 galon yang tidak pakai ongkos alias gratis atau nebeng. Di situlah pengusaha mendapat keuntungan dari tambahan kelebihan muatan sebanyak 625 galon,” lanjutnya lagi.
Ahmad menegaskan bahwa operasi armada truk dengan muatan berlebihan yang sudah berlangsung begitu lama ini, terbukti merusak infrastruktur jalan dan jembatan, yang tentunya membahayakan masyarakat.
“Truk dengan muatan berlebihan ini memang berakibat fatal terhadap infrastruktur. Kalau ODOL dibiarkan, jalan yang sudah diperbaiki akan hancur lagi dalam waktu enam bulan,” katanya.
Selain infrastruktur, ODOL juga menelan korban nyawa manusia. Ahmad mencontohkan di tol Cipali baru-baru ini yang dalam seminggu ada tiga kali kecelakaan berakibat fatal. Semuanya melibatkan truk dengan muatan berlebihan.
Bagi KPBB, kata Ahmad, ODOL bukanlah tindak pidana ringan, dan harus dimasukkan ke dalam kategori tindak pidana berat. Selain harus masuk ke dalam tindak pidana berat karena sering menjadi penyebab kecelakaan yang memakan korban jiwa, ODOL juga harus dimasukkan ke dalam tindak pidana lingkungan hidup.
“Karena muatannya berlebihan, maka batas emisi yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) jadi tidak terpenuhi. Pelanggaran batas emisi adalah tindak pidana lingkungan hidup,” kata Ahmad.
“Kalau ODOL terus dibiarkan dan terjadi kecelakaan berulang-ulang di jalan, maka aparat pemerintah, pengusaha AMDK dan pengusaha truk bisa kena jerat pidana berat,” katanya lagi.
KPBB sendiri memang sudah sejak lama aktif berkampanye untuk penghentian kegiatan truk dengan muatan berlebihan. Karena selain dampaknya sangat merusak infrastruktur jalan, juga menjadi penyebab kecelakaan dengan korban jiwa.
Sementara dari temuan KPBB, truk bermuatan air minum dalam kemasan (AMDK) galon yang muatannya berlebihan harus menjadi prioritas utama untuk ditertibkan, agar bisa menjadi contoh bagi truk bermuatan barang lainnya.
KPBB juga sudah pernah mengirimkan Policy Paper ke Kemenhub tentang kajian berikut persoalan armada AMDK dengan muatan berlebihan di jalan raya.
“Kami usulkan ke Kemenhub waktu itu, kalau mau Zero ODOL, bisa dimulai dari transportasi AMDK. Zero ODOL bisa diarahkan lebih dulu ke market leader yang menguasai lebih dari 45 persen pasar AMDK. Kalau market leader patuh, makan sisanya yang 55 persen, seperti perusahaan yang menggunakan truk untuk angkutan baja, semen dan seterusnya, akan patuh,” jelas Ahmad.
KPBB melakukan pengamatan transportasi AMDK dengan truk yang muatannya rata-rata berlebihan hampir di semua ruas jalan utama dan jalan tol di Pulau Jawa dan di luar Jawa.
Kesibukan rutin armada angkutan AMDK yang muatannya tidak proporsional ini bisa dengan mudah ditemui di jalan, dari Sukabumi ke Jakarta, Magelang ke Yogyakarta, Magelang ke Semarang, Tretes ke Surabaya, dan Pandaan ke Surabaya. “Semua muatan truk itu berlebihan,” katanya lagi.
Target Zero ODOL 2023 tetap berjalan
“Ini yang kami tunggu-tunggu, tidak bisa ditunda lagi. Kami dukung kalau jadi diterapkan pada 1 Januari 2023. Kapolri juga harus mendukung kebijakan Kemenhub, dan harus satu kata,” ucap Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), saat dihubungi di Jakarta, Selasa (27/12/2022).
Meski sudah menegaskan bahwa pemerintah melalui Kemenhub akan menerapkan kebijakan Zero ODOL pada 2023, Dirjen Perhubungan Darat Hendro Sugiatno mengungkapkan Kemenhub masih perlu merumuskan aturan kebijakan tersebut.
“Tahapan masih dirumuskan, agar penanganannya tepat,” kata Hendro Sugiatno pada Senin (26/12/2022).
Sebelumnya dalam Rapat Kerja Bidang Perhubungan Darat pada akhir November lalu, Hendro menegaskan pemerintah tidak akan menunda lagi kebijakan Zero ODOL pada 2023.
Menurut Hendro, pemerintah menyadari bahwa truk dengan muatan berlebihan memang terbukti menjadi pembuat masalah keselamatan di jalan raya. Dia memaparkan data menunjukkan sebanyak 17 persen kecelakaan yang terjadi di jalan adalah dampak dari ODOL.
"Target Zero ODOL 2023 tetap berjalan, tidak ada kebijakan perpanjangan Zero ODOL,” tegas Hendro.