TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung memberikan tanggapan atas pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari soal Pemilu 2024 nanti yang tidak menutup kemungkinan akan diberlakukan sistem proporsional tertutup.
Menurut Doli, KPU adalah institusi pelaksana Undang-Undang, karenanya bila ada perubahan sistem pemilu itu artinya ada perubahan Undang-Undang.
“Perubahan UU hanya terjadi bila ada revisi UU, terbitnya Perpu, yang melibatkan DPR dan pemerintah atau berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi. Hanya 3 institusi itu yang berwenang,” ujar Doli dalam keterangan resminya.
Doli pun menegaskan bahwa dalam pasal 168 ayat (2) disebutkan bahwa pelaksanaan Pemilu legislatif menggunakan sistem proporsional daftar terbuka.
“Memang saya mendapatkan informasi bahwa ada pihak yang sedang mengajukan Judicial Review (JR) terkait soal sistem Pemilu itu. Pertanyaaan selanjutnya apakah Hasyim menjadi bagian yang mendorong pihak yang mengajukan JR tersebut? Atau apakah MK sudah mengambil keputusan yang cuma Hasyim yang tahu?” sambungnya.
Dalam menanggapi kemungkinan tersebut ia pun berharap MK dapat mengambil posisi yang netral, objektif, dan memahami posisi UU Pemilu yang sangat kompleks dan pada pembahasannya dilakukan kajian yang cukup mendalam dan membutuhkan waktu yang cukup panjang.
“Pembahasan UU Pemilu, Partai Politik, dan UU Politik lainnya sangat terkait dengan pembangunan dan masa depan siatem politik dan demokrasi kita. Antara satu pasal dengan pasal yang lain sangat terkait dan mencerminkan kemajuan sistem politik dan demokrasi kita,” tegas Doli.
“Jadi kalaupun mau dirubah, harus melalui revisi UU yang harus dilakukan kembali lagi kajian yang serius. Karena itu akan menyangkut masa depan sistem politik dan demokrasi Indonesia. Itulah kenapa dua tahun lalu Komisi 2 mendorong adanya revisi UU,” sambungnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa bila terjadi perubahan pasal secara parsial dan sporadis satu atau dua pasal berdasarkan putusan MK, apalagi di masa sudah memasuki tahapan Pemilu seperti saat ini, maka akan dapat menimbulkan kerumitan baru dan bisa memunculkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
“Hukum Pemilu kita seperti tambal sulam. Tidak mencerminkan bangunan sistem politik yang established dan futuristik. Itu yang harus menjadi dipertimbangkan oleh MK,” tutupnya.