Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Tata Negara sekaligus Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, menilai bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja seperti memanfaatkan konsep “kegentingan yang memaksa”.
Denny merujuk pada Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menguji formal dan memutuskan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat.
"Dalam bahasa pemberitaan disebutkan “Perppu ini menggugurkan Putusan MK”. Inilah kesalahan besarnya. Artinya, Presiden telah melakukan pelecehan atas putusan, dan kelembagaan Mahkamah Konstitusi," kata Denny dalam pesan yang diterima Tribunnews, Senin (2/1/2023).
Bahkan, Denny menilai Presiden Jokowi tidak menghormati MK dan telah melakukan Contempt of the Constitutional Court.
Pasalnya, MK diberi kewenangan oleh konstitusi untuk menguji konstitusionalitas undang-undang.
"Ketika dinyatakan tidak konstitusional, maka pembuat undang-undang harus patuh dan melaksanakan putusan MK, bukan dengan menggugurkannya melalui perppu," katanya.
Putusan MK, dikatakan Denny, menyatakan secara formal UU Ciptaker bertentangan dengan UUD 1945 paling tidak karena belum adanya standar baku pembuatan omnibus law, dan yang paling mendasar, tidak adanya partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation) dalam pembuatan UU Ciptaker.
"Dengan demikian, seharusnya Presiden dan DPR melakukan perbaikan UU Ciptaker dengan memperhatikan putusan MK tersebut," ujar Denny.
Dia menambahkan dengan mengambil jalan pintas menerbitkan Perppu, Presiden Jokosi seolah menjawab sisi kebutuhan cepat, tetapi melecehkan dan tidak melaksanakan putusan MK.
Karena Perppu meskipun nantinya disetujui DPR menjadi UU, dikatakan Denny, pasti tidak melibatkan partisipasi publik sama sekali.
Baca juga: PKS Kritik Penerbitan Perppu Cipta Kerja: Akal-akalan Pemerintah Telikung Putusan MK
"Yang paling berbahaya, selama ini posisi Presiden selalu menghormati putusan MK, meskipun tidak selalu sependapat, sebagai perwujudan tunduk dan patuh pada konstitusi aturan bernegara kita," kata dia.
"Dengan Presiden menerbitkan Perppu yang menggugurkan dan melecehkan putusan MK, Presiden sudah memberikan contoh buruk. Kalau Presiden saja memberi suri tauladan untuk melecehkan Mahkamah Konstitusi, bagaimana pula rakyat kebanyakan akan memandang organ konstitusi yang diberi mandat strategis untuk menjaga negara hukum demokratis kita tersebut," pungkas Denny.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan alasan menerbitkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja.
Menurut Presiden, Perppu tersebut merupakan antisipasi dari ancaman ketidakpastian global.
“Jadi memang, kenapa Perppu, kita tahu kita kelihatannya normal, tapi diintip oleh ancaman ancaman ketidakpastian global,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, (30/12/2022).
Ketidakpastian global tersebut salah satunya menyebabkan krisis keuangan. Saat ini kata presiden terdapat 14 negara yang sudah mendapatkan bantuan pendanaan dari lembaga moneter dunia (IMF). Selain itu 28 negara yang sudah mengajukan proposal bantuan kepada IMF.
“Ini sebetulnya dunia ini sedang tidak baik baik saja, ancaman ancaman risiko ketidakpastian itu yang menyebabkann kita mengeluarkan Perppu,” katanya.
Baca juga: Pemerintah Perlu Manfaatkan Perppu Cipta Kerja Untuk Gaet Pemodal Asing Berinvestasi di Sektor Riil
Perppu tersebut kata Presiden untuk memberikan kepastian hukum dan kekosongan hukum yang salah satunya terkait investasi. Pasalnya kata Presiden pertumbuhan ekonomi 2023 sangat bergantung pada investasi, selain ekspor.
“Itu yang paling penting, karena ekonomi kita di 2023 akan sangat teergantung pada investasi dan ekspor,”