TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja.
Perppu itu diterbitkan untuk menggantikan Undang-undang Cipta Kerja yang oleh Mahkamah Konstitusi (MK) diperintahkan untuk diperbaiki selama kurun waktu dua tahun.
Pengamat Kebijakan Publik Yoseph Billie Dosiwoda menyoroti prosedur penerbitan Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja itu.
Baca juga: KASBI: Perppu Cipta Kerja Hanya Akal-Akalan Pemerintah Hindari Putusan MK
Menurutnya, dengan menerbitkan Perppu itu pemerintah terkesan mengambil jalan pintas yang tidak etis bagi jalannya demokrasi.
“Perppu Cipta Kerja ini mengabaikan asas demokrasi deliberatif karena tidak dibahas bersama DPR,” ucap Yoseph Billie saat dikonfirmasi, Selasa (3/1/2023).
Yoseph menilai pemerintah mengabaikan ruang partisipasi publik yang lebih luas, di mana publik semestinya bisa dilibatkan mengkritisi dan memberikan masukan terhadap revisi UU Cipta Kerja apabila mengikuti proses revisi di DPR sebagai lembaga representasi rakyat.
“Lalu pemerintah juga telah mengabaikan keputusan MK, di mana yang sebelumnya telah berpendapat menghormati dan akan mengikuti keputusan MK soal revisi Undang Undang Cipta Kerja bukan mengingkari,” urainya.
Berdasarkan landasan aturan Pasal 22 UUD 1945 ayat 1 yaitu; “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”.
Karena UU Cipta Kerja ini menyangkut kepentingan yang lebih luas bagi kegiatan ekonomi baik sektor pekerja atau buruh dan pengusaha.
Baca juga: Buruh Kritik Penerbitan Perppu Cipta Kerja, Soroti Soal Aturan Penetapan Upah hingga Outsourcing
Namun kalau dilihat dari putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 sejak putusan tersebut diucapkan yaitu tanggal 25 November 2021 adalah “Makna inkonstitusional bersyarat dalam Putusan MK tersebut adalah dalam 2 tahun, apabila UU Cipta Kerja tidak diubah sesuai dengan Putusan MK tersebut, maka secara hukum UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen (tidak berlaku)”.
“Jadi Pemerintah diberikan ruang kesempatan dalam putusan MK untuk memperbaiki UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sampai 25 November 2023 bukan amanah menerbitkan Perppu yang justru keadaan saat ini tidak ihwal kegentingan memaksa atau terjadi kekosongan hukum atau istilah lain keadaan genting sesuai dengan Konstitusi pasal 22 UUD 1945,” imbuh Direktur Eksekutif CREED ini.
Keperluan Investasi
Di sisi lain pemerintah mengaku memilih melakukan perbaikan melalui Perppu ketimbang melakukan revisi Undang-undang.
Menteri Koordinator Bidang Polhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah memutuskan mempercepat perbaikan UU Cipta Kerja dengan Perppu karena isi materinya tidak ada unsur-unsur koruptif.
Baca juga: Banyak Pihak Tolak Perppu Cipta Kerja, Politikus PDIP: Semua Masukan Pasti Dipertimbangkan
“Jadi saudara undang-undang Ciptaker itu kami percepat karena itu sebenarnya tidak ada unsur-unsur koruptifnya,” kata Mahfud di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, (3/1/2023).
Mahfud mengatakan UU Cipta Kerja dibuat untuk kepentingan investasi dan mempermudah pekerja. Dalam proses perbaikan UU Cipta Kerja, pemerintah telah berdiskusi dengan berbagai elemen.
“(UU) itu semuanya ingin melayani kecepatan investasi. siapa coba? justru ingin mempermudah pekerja. Malah dalam proses perbaikan itu kita sudah diskusi apa yang diinginkan, masukkan semua sehingga nanti di Perppu sudah dibahas semuanya,” kata Mahfud.
Mahfud mengatakan kritik terhadap UU Cipta Kerja sebagian datang dari akademisi. Ia mengapresiasi hal tersebut karena dalam negara demokrasi kritik itu wajar dan bagus.
Hanya saja menurut Mahfud apabila pemerintah menjawab kritik tersebut maka jangan dicap sewenang-wenang.
Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara Kritik Perppu Cipta Kerja yang Diterbitkan Jokowi
“Apakah Perppu apakah undang-undang pasti dikritik. itu sudah biasa dan itu bagus. ini demokrasi yang maju tapi kita juga kalau pemerintah menjawab itu bukan sewenang-wenang. Jadi, mari adu argumen,” katanya. (Tribun Network/Reynas Abdila)