News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

Arif Rahman Ngaku Dibentak Hendra Kurniawan Saat Olah TKP Tewasnya Brigadir J

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir J atas terdakwa Arif Rahman Arifin di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (13/1/2023).

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Arif Rahman Arifin mengaku dimarahi mantan Karopaminal Div Propam Polri Hendra Kurniawan saat olah tempat kejadian perkara (TKP) awal tewasnya Brigadir J dilakukan.

Kemarahan Hendra saat itu didasari karena dirinya menyatakan tidak mengetahui anggota yang memimpin proses olah TKP awal tersebut.

Keterangan itu diungkap Arif dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Mulanya, Arif membeberkan soal proses olah TKP di rumah dinas Ferdy Sambo, Komplek Polri, Duren Tiga. Saat itu proses dimulai sekitar pukul 20.00 WIB.

"Dimulai pelaksaanaan olah TKP, labfor datang, INAFIS datang. Kemudian jam kurang lebih 20.30 WIB Kaba (Kabareskrim) dan rombongan keluar," kata Arif Rahman dalam persidangan, Jumat (13/1/2023).

Baca juga: Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria dan Arif Rahman Arifin Diperiksa Sebagai Terdakwa Hari Ini

Melihat Kabareskrim keluar dari TKP dan ramainya orang saat itu, Arif menyebut kalau dirinya ikut keluar dari rumah dinas Ferdy Sambo.

Namun tak berselang lama, Hendra Kurniawan yang saat itu sedang berada di Jambi menelepon dirinya.

"Kami juga keluar dari TKP karena ramai sekali di dalam. Kemudian tak beberapa lama Hendra telepon kami. Dia di Jambi," kata Arif.

Dalam sambungan telepon tersebut, secara garis besar Hendra menanyakan siapa sosok yang memimpin olah TKP tersebut.

Karena posisi Arif Rahman yang sedang berada di luar rumah, dia mengaku tidak mengetahui siapa pimpinan saat olah TKP itu.

Namun kata Arif, Hendra seakan marah kepadanya karena tidak tahu siapa yang memimpin padahal ada di lokasi.

"Pak Hendra telepon kami, menanyakan dengan sedikit marah, 'kamu liat siapa yang pimpin? Siap. Loh siap apa? Siap tidak tahu. Kamu dimana? Bukannya kamu di TKP? Siap. Saya di luar. Masa kamu gabisa liat siapa yang pimpin olah tkp. Siap tidak lihat'," kata Arif seraya meniru percakapannya dengan Hendra.

Atas adanya telepon dari Hendra Kurniawan, Arif saat itu memaksa untuk bisa masuk ke dalam TKP.

Setelah dilihat, ternyata pimpinan saat melakukan olah TKP yakni dari tim khusus (Timsus) bentukan Kapolri.

"Akhirnya saya berusaha ke dalam. Saya liat orang yang sedang olah TKP di dalam sepertinya orang dari Labfor karena sedang pasang benang," kata Arif.

"Timsus ya?" tanya majelis hakim dalam persidangan.

"Timsus," kata Arif.

"Bentukan Kapolri?" tanya lagi hakim.

"Kapolri," tukas Arif.

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini