News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Lukas Enembe

Sosok Yulce Wenda, Istri Gubernur Papua Lukas Enembe yang Dicegah KPK Bepergian ke Luar Negeri

Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Yulce Wenda, istri Gubernur Papua Lukas Enembe, dicegah KPK bepergian ke luar negeri terkait kasus suap dan gratifikasi yang menjerat suaminya. Berikut sosok Yulce Wenda.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yulce Wenda, istri dari Gubernur Papua Lukas Enembe, menjadi satu orang yang turut dicegah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bepergian ke luar negeri terkait kasus suap dan gratifikasi yang menjerat suaminya.

Seperti diketahui, setelah Lukas Enembe ditangkap dan ditahan, KPK ada lima orang yang dicegah bepergian keluar negeri.

Dari kelima orang yang dicegah tersebut satu di antaranya Yulce Wenda.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Yulce Wenda dicegah sejak 7 September 2022 hingga 7 Maret 2023.

Sementara, empat orang lainnya yang dicegah yaitu, Lusi Kusuma Dewi, Dommy Yamamoto, Jimmy Yamamoto, dan Presiden Direktur PT RDG (Rio De Gabriello/Round De Globe) Gibbrael Issak.

Baca juga: Komisi I DPR Soal Permintaan Lukas Enembe Dibebaskan: Harusnya Benny Wenda Pulang dan Diproses Hukum

Lusi dalam daftar cegah dengan masa pencegahan sejak 8 Desember 2022 hingga 8 Juni 2023.

Adapun Dommy, Jimmy, dan Gabbriel dalam masa pencegahan yang sama, yakni sejak 15 November 2022 sampai dengan 15 Mei 2023

Kelima orang yang dicegah bepergian memiliki masa pencegahan yang sama, yakni 6 bulan.

Sebelumnya, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, para pihak yang dicegah adalah perannya sangat dibutuhkan dalam proses penyidikan kasus Lukas Enembe.

Baca juga: Istri Lukas Enembe Yulce Wenda Ternyata Turut Dicegah KPK Bepergian ke Luar Negeri

Mereka berlima diduga kuat mengetahui dugaan perbuatan korupsi Lukas Enembe.

"Pencegahan tentu dalam rangka proses penyidikan agar memudahkan dan memperlancar proses pemeriksaan," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/1/2023).

Lalu siapakah Yulce Wenda?

Dilansir dari Tribunpapua.com dalam berita yang tayang pada 15 oktober 2022, diketahui Yulce Wenda lahir pada 6 November 1969.

Yulce dilahirkan di Pick Up Memorial Hospital Pit River, sebuah Rumah Sakit Baptis yang berlokasi di Pirime, Kabupaten Jayawijaya atau yang kini dikenal sebagai Kabupaten Lanny Jaya, Papua.

"Saya orang Lani, keluarga kami berasal dari Tiom, sebuah distrik yang sekarang menjadi ibu kota Kabupaten Lanny Jaya," kata Yulce, seperti dikutip Tribun-Papua.com dari buku berjudul Yulce Wenda Enembe Perempuan Inspirasional, Sabtu (15/10/2022).

Mama Yulce, sapaan akrbanya, adalah anak pertama dari pasangan Liwat Wenda dan Lince Ngurawe Kogoya.

Baca juga: KPK Agendakan Pemeriksaan Ketua DPRD Tolikara di Kasus Gubernur Papua Lukas Enembe

"Kami enam bersaudara, semuanya perempuan," ujarnya.

Lima adiknya masing-masing bernama Irine Wenda (lahir 8 November 1983), Elisina Wenda (lahir 15 November 1987), Neri Wenda (lahir 22 Januari 1989) dan si bungsu Nopi Wenda (lahir 11 Oktober 1991).

Meski lahir di Tiom, ia tidak menikmati masa kecil bersama teman-teman sebaya dan masyarakat di kampung halamanya.

"Sejujurnya saya tidak tahu banyak tentang tempat asal saya sendiri. Saya menghabiskan masa kanak-kanak di Yali dengan lingkungan yang bertebing-tebing serta gunung-gunung,".

"Ya, saya tumbuh dan besar di Yali, Kabupaten Yalimo," ungkapnya.

Baca juga: 2 Hal yang Diprotes Pihak Lukas Enembe: Tidak Naik Pesawat Garuda dan Makanannya Nasi di RSPAD

Diketahui, Orang Yali adalah salah satu kelompok suku utama di Papua yang menetap di sebelah timur Lembah Baliem, di dataran tinggi Bumi Cendrawasih.

"Saya melalui masa kecil di Yali karena ayah saya, Liwat Wenda, ditugaskan sebagai utusan Injil ke Panggema (nama suatu desa di Yali) sejak 14 Mei 1972, saat itu saya masih berusia 8 bulan," tuturnya.

Kata Yulce, empat bulan pertama di Panggema, kami sekeluarga dibimbing oleh pendeta Adam Roth dan istrinya Hannelore Roth-Flier yang mengajari kami berbahasa Yali.

Setelah itu, ayah saya ditugaskan ke desa lainnya yang bernama Homtonggo.

"Kami pun menjalani kehidupan di Homtonggo di mana ayah saya memberikan pelayanan kepada masyarakat di sana dari tahun 1972 hingga 1975," paparnya.

Sekolah Dasar di Pegunungan

Yulce Wenda menghabiskan masa Sekolah Dasar (SD) di daerah Pegunungan Papua.

"Saya menempuh masa sekolah dasar berpindah-pindah, sekolah dasar pertama saya adalah di SD Panggema yang berjarak cukup jauh di Kampung Sali,".

"Saya bangun tiap pagi Jam 4 subuh, dan satu jam kemudian berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki selama beberapa jam," katanya.

Setelah pulang sekolah ia tiba kembali di rumah paling cepat pukul 16.00 WIT, sore.

"Sehingga tidak ada waktu untuk bermain-main dengan adik adik saya. Hanya sedikit waktu di malam hari yang bisa saya habiskan bersama adik-adik selain hari Minggu atau di hari libur," ungkapnya.

Yulce menuturkan, rute dari rumah menuju ke sekolah menjadi tantangan yang harus selalu ia hadapi.

Selain jaraknya yang jauh, kondisi jalannya pun belum baik.

Bahkan, ia harus melewati gunung-gunung serta tebing-tebing yang terjal dan curam.

"Saya selalu menaruh buku di atas kepala supaya tidak basah terkena air embun dari rerumputan yang cukup tinggi."

"Sebelum berangkat sekolah, ayah membekali saya dengan ubi bakar yang telah disiapkannya sejak dini hari."

"Saya tidak membawa bekal itu sampai ke sekolah, melainkan saya simpan di sebuah pohon yang selalu saya lalui dalam perjalanan. Ketika pulang ke rumah, saya ambil ubi bakar itu untuk dimakan karena perjalanan sangat jauh dan melelahkan," ungkap Istri Gubernur Papua ini.

Yulce mengenyam pendidikan dasar di SD Panggema.

Hanya ada satu orang guru pendidik di sekolah ini. Namanya Marthen Wamang.

"Namun, pada suatu hari guru saya satu-satunya itu pulang kampung sehingga tidak ada guru lagi yang mengajar di SD Panggema," ucapnya.

Lantaran SD Panggema sudah tidak memiliki guru, Yulce pun pindah sekolah ke Anggruk, salah satu distrik yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Yahukimo.

"Saya bersekolah di SD YPK Farolo Anggruk dan tinggal bersama keluarga Linggeramban Kogoya," paparnya.

Kata Yulce, Sekolah SD YPK Farolo Anggruk berbeda dengan sekolah sebelumnya.

"Jumlah gurunya pun lebih banyak dari sekolah saya sebelumnya. Dan akhirnya Saya menamatkan pendidikan sekolah dasar dan memperoleh ijazah SD di Anggruk," kata Yulce.

Melanjutkan Studi Ke Jayapura

Setelah menyelesaikan studi Sekolah Dasar (SD) di Yahukimo, Yulce hijrah ke Jayapura.

"Saya meneruskan sekolah ke Abepura, Jayapura, tepatnya di SMP YPK Sion Padang Bulan, pada tahun 1986,".

"Sewaktu saya masih menetap di ibu kota provinsi Papua tersebut, mama saya meninggal dunia di Panggema, sedih sekali perasaan saya waktu itu," ujarnya.

Namun, kata Yulce, ia harus tetap tegar dan menempuh pendidikan dengan baik demi masa depan.

Di Jayapura, Yulce Wenda tinggal di asrama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Wanita (P3W) Gereja Kristen Injili.

P3W adalah tempat pelatihan.

"Saya dan teman-teman pun ikut pelatihan sosial pada pagi hari dan sekolah pada siang harinya. Saya juga punya mama angkat di Jayapura, beliau biasa saya panggil dengan nama Mama Werimon," jelasnya.

Menurut Yulce, selama di Jayapura ia mempunyai sahabat dekat selama menjalani masa remaja.

"Lefina Noriwari, sobat karib di asrama yang juga kawan akrab saya di sekolah. Lefina Noriwari adalah sosok teman yang sangat baik terhadap saya. la sangat pengertian dan menjadi sahabat sejati saya saat kami tinggal bersama di asrama," ujar Yulce.

Lebih lanjut, kata Yulce, setelah lulus dari SMP YPK Sion pada tahun 1989, ia melanjutkan studi ke Sekolah Menengah Kejuruan Kesehatan (SMKK) juga di Jayapura.

Hingga tahun 1992 yaitu saat duduk di bangku kelas tiga SMKK.

"Saya sudah mengikuti dan menyelesaikan tugastugas sekolah dan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dengan baik,".

"Hanya saja, karena suatu alasan yang akan saya ungkapkan nanti, saya tidak dapat mengikuti ujian akhir, padahal tinggal satu minggu."

"Saya tidak ikut ujian akhir di SMKK, namun Tuhan rupanya telah menyiapkan jalan lain yang lebih baik untuk saya," tandasnya. (Tribunnews.com/ ilham/ tribunpapua.com/ Hendrik Rikarsyo Rewapatara)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini