TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Partai Buruh Said Iqbal merespon terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja yang mengatur tentang waktu istirahat (hari libur) dan cuti pekerja/buruh.
Menurutnya, pemerintah tidak mengerti hukum dalam membuat Perppu tersebut.
Bahkan, pemimpin dari para buruh yang didominasi oleh warna oranye ini mengatakan para pembuat Perppu bodoh.
"Itulah Perppu Nomor 2 Tahun 2022 pembuat Perppunya, enggak mengerti hukum," ujar Said dalam konferensi persnya di kawasan Patung Kuda, Monas, Sabtu (14/1/2023).
Ia pun membeberkan sedikit ihwal isi dari Perppu tersebut yang ia rasa tidak masuk akal.
"Di pasal yang lain tentang pengaturan cuti, dia mengatakan kalau delapan jam kerja sehari maka lima hari kerja, karena total 40 jam seminggu. Kalau enam hari kerja, maka sehari kerjanya tujuh jam sehari, hari ke-enam, enam jam pada hari sabtu" jelas Said.
"Kalau dia lima hari kerja, dia liburnya dua hari, enggak dimasukin pasal pengaturan cuti. Itulah apa ya kalimat yang pas, sudahlah saya bilang bodoh, itulah bodohnya pembuat Perppu, kasian presiden dibodoh-bodohi," tambahnya.
Diketahui, hari ini Partai Buruh melakukan aksi di kawasan Patung Kuda, Monas.
Aksi ini dalam rangka partai buruh dalam menyampaikan aspirasi dan deklarasi menjelang rapat kerja nasional (rakernas) yang akan berlangsung dari tanggal 15 hingga 17 Januari mendatang.
Rencananya, dalam rakernas, Partai Buruh akan mengumumkan nama dari sosok yang akan pihaknya usung menjadi bakal calon presiden di Pemilu 2024 mendatang.
Aturan Hari Libur di Perppu Cipta Kerja
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja mengatur tentang waktu istirahat (hari libur) dan cuti pekerja/buruh. Aturan tersebut termaktub dalam pasal 79 ayat 1 dari Perpu yang menggantikan Undang-Undang Cipta Kerja itu.
"Pengusaha wajib memberi: a. waktu istirahat; dan b. cuti,” tertulis dalam pasal 79 ayat 1 Perppu Cipta Kerja.
Baca juga: Polisi Antisipasi Penyusup yang Tunggangi Aksi Demo Buruh Hari Ini
Kemudian di ayat 2 dijelaskan bahwa waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh. Paling sedikit meliputi pada huruf a dijelaskan istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja.
“Huruf b, istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu,” bunyi ayat 2 huruf b.
Sedangkan ayat 3 dan 4 membahas mengenai cuti. Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh, yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/ buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus, tertulis di ayat 3.
Untuk ayat 4 bunyinya, pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Namun, selain mengatur berapa banyak cuti, di ayat 5 disebutkan bahwa selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 5 diatur dengan Peraturan Pemerintah,” demikian bunyi ayat 6 pasal 79.