News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPK Telusuri Komunikasi Antara Sekda Bangkalan dengan Bupati Abdul Latif

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bupati Bangkalan, Abdul Latif Amin Imron (berpeci) bersama tersangka lainnya mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/12/2022) malam. KPK resmi menahan Bupati Bangkalan, Abdul Latif Amin Imron bersama lima tersangka lainnya terkait kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemkab Bangkalan, Jawa Timur. KPK menelusuri komunikasi antara Sekretaris Daerah (Sekda) Bangkalan R. Moh Taufan Zairinsjah dengan tersangka R. Abdul Latif Amin Imron (RALAI). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri komunikasi antara Sekretaris Daerah (Sekda) Bangkalan R. Moh Taufan Zairinsjah dengan tersangka R. Abdul Latif Amin Imron (RALAI).

Penelusuran dilakukan tim penyidik KPK saat memeriksa Taufan di Polda Jatim, Jumat (13/1/2023).

"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya interaksi komunikasi tertentu antara saksi dengan tersangka RALAI dkk," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Senin (16/1/2023).

Penyidik juga menelusuri dugaan aliran penerimaan uang untuk Bupati Abdul Latif lewat beberapa tangan kanannya.

Materi pemeriksaan itu didalami penyidik KPK dari Jupriyanto, Kabag Administrasi Pembangunan Sekda Bangkalan; Ery Yadi Santoso, Sekretaris Dinas KBPPPA Kab. Bangkalan; Alifin Rudiansyah, Kabid Tata Ruang pada Dinas PUPR Kab. Bangkalan; dan Jayus Salam, Kepala Desa Aeng Taber.

"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan aliran penerimaan uang untuk tersangka RALAI melalui beberapa orang kepercayaannya," kata Ali.

Diketahui, selain terlibat dalam kasus dugaan jual beli jabatan, Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron disinyalir mengutip fee dari sejumlah proyek. 

Uang itu diduga dipakai Abdul Latif untuk kepentingan pribadi, salah satunya kebutuhan politik.

Ketua KPK, Firli Bahuri (depan) memberikan keterangan terkait penahanan Bupati Bangkalan, Abdul Latif Amin Imron (belakang, kedua kanan) di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (8/12/2022) dini hari. KPK resmi menahan Bupati Bangkalan, Abdul Latif Amin Imron bersama lima tersangka lainnya terkait kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemkab Bangkalan, Jawa Timur. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan Abdul Latif Amin Imron diduga menerima sejumlah uang dari sejumlah proyek di Pemkab Bangkalan.

"Turut serta dan ikut campur dalam pengaturan beberapa proyek di seluruh dinas di Pemkab Bangkalan dengan penentuan besaran fee sebesar 10 persen dari setiap nilai anggaran proyek," ujar Firli saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (8/12/2022) dini hari.

Firli menerangkan politikus PPP itu diduga menerima uang melalui orang kepercayaannya sebesar Rp5,3 miliar.

Uang itu bersumber dari jual beli jabatan hingga fee proyek tersebut.

"Penggunaan uang-uang yang diterima tersangka RALAI tersebut diperuntukkan bagi keperluan pribadi, di antaranya untuk survei elektabilitas," ucap Firli.

Khusus untuk kasus jual beli jabatan, besaran komitmen fee yang diberikan Abdul Latif bervariasi sesuai dengan posisi jabatan yang diinginkan.

"Untuk dugaan besaran nilai komitmen fee tersebut dipatok mulai dari Rp50 juta sampai Rp150 juta yang teknis penyerahannya secara tunai melalui orang kepercayaan dari tersangka," kata dia.

Baca juga: Bupati Bangkalan Abdul Latif Gunakan Uang Suap untuk Survei Elektabilitas

Dalam kasus dugaan suap terkait jual beli jabatan, Abdul Latif tak sendiri menjadi tersangka di KPK.

Terdapat lima tersangka lainnya yang merupakan kepala dinas di Pemkab Bangkalan, yakni Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Agus Eka Leandy, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Wildan Yulianto, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Achmad Mustaqim, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Hosin Jamili, serta Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Salman Hidayat.

Dalam kasus ini, Agus Eka Leandy, Wildan Yulianto, Achmad Mustaqim, Hosin Jamili, dan Salman Hidayat dijerat sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ra Latif sebagai penerima dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini