TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemasan botol dan galon plastik PET seringkali dianggap sebagai sampah tidak berguna. Padahal, sampah plastik jenis PET punya peran besar dalam konsep ekonomi sirkular yang terus digenjot oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sampah plastik jenis PET merupakan bahan baku penting dalam industri daur ulang. Yang tentu akan berperan besar menggenjot ekonomi sirkular di Indonesia serta ikut membantu mengatasi persoalan lingkungan dan ekonomi masyarakat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memang sedang berkomitmen untuk menggenjot ekonomi sirkular dan mencapai target zero waste pada 2030.
Sepanjang tahun 2022, KLHK sudah mencatat sebanyak 64 persen timbulan sampah yang berhasil dikelola dari total 68,5 juta ton sampah nasional. Angka ini akan terus ditingkatkan lagi hingga akhirnya berhasil mencapai zero waste pada 2030 mendatang.
Strategi peningkatan pengelolaan sampah ini antara lain akan dilakukan dengan menggencarkan penerapan ekonomi sirkular dan mendorong sampah menjadi industrialisasi.
“Kuncinya adalah ekonomi sirkular yang terkait dengan bagaimana agar sampah tidak terbuang ke tempat pembuangan akhir. Ujungnya nanti menjadi zero waste dan zero emission,” kata Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), KLHK, dalam rilis laporan akhir tahun KLHK terkait Laporan Pengelolaan Sampah di Indonesia 2022.
Mendorong produsen AMDK size-up desain produk
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Ditjen PSLB3 KLHK, dari total 68,5 juta ton sampah nasional, terdapat komposisi sampah yang paling dominan adalah sisa makanan, plastik dan kertas.
Data ini tidak jauh berbeda dengan laporan pasca perayaan malam tahun baru 2023 di Jakarta yang mencatat sampah terbanyak dengan dominasi botol air kemasan, wadah makanan, plastik dan sampah kertas.
Sampah botol kemasan plastik memang sudah sangat lama menjadi persoalan, sebelumnya KLHK, melalui Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 mencetuskan Peta Jalan pengurangan sampah oleh produsen dengan menargetkan pengurangan sampah hingga sebesar 30 persen pada tahun 2030.
Target pengurangan tersebut dilakukan dengan, antara lain mendorong produsen AMDK mengubah desain produk berbentuk mini menjadi lebih besar (size up) hingga ke ukuran 1 liter, untuk mempermudah pengelolaan sampahnya.
Tidak hanya itu, produsen diminta untuk mengimplementasikan mekanisme pertanggungjawaban terhadap produk dalam kemasan plastik yang dijual hingga nantinya produk tersebut menjadi sampah (Extended Producers Responsibility/EPR).
Himbauan untuk size up dan EPR oleh produsen ternyata masih menjadi sebuah tantangan implementasi Permen KLHK No. 75/2019 yang masih terus digaungkan sampai sekarang.
“Permen LHK No. 75/2019 ini merupakan upaya pemerintah menekan volume sampah di Indonesia,” kata Rosa Vivien Ratnawati, beberapa waktu lalu.