Peluang besar untuk pelaku usaha AMDK
Tidak hanya menekan volume sampah di Indonesia, peta jalan yang diperkenalkan oleh KLHK ini diyakini juga memberi peluang besar kepada para pelaku usaha agar mampu melakukan industrialisasi melalui daur ulang.
Namun faktanya di lapangan hingga saat ini, industri daur ulang belum mendapat bahan baku jenis plastik polyethylene terephthalate (PET) yang dibutuhkan dalam negeri. Yang membuat industri daur ulang harus mengimpor bahan baku sampah plastik hingga 750 ribu ton per tahun.
Padahal permintaan industri plastik nasional diprediksi akan terus meningkat hingga menjadi 8 juta ton pada tahun 2025 mendatang.
“Tingkat daur ulang (recycle rate) sampah plastik di Indonesia baru menyentuh angka 7 persen, dengan jenis plastik jenis PET (yang lazim digunakan untuk kemasan AMDK botol dan galon) mencapai 75 persen tingkat daur ulang,” tulis paparan laporan lembaga Sustainable Waste Indonesia (SWI) belum lama ini.
“Kemasan plastik minuman ringan pasca konsumsi sudah memiliki rantai daur ulang yang mature (stabil). Jenis plastik PET adalah kemasan minuman ringan yang berkontribusi besar dalam daur ulang, mencapai 30 persen sampai 48 persen dari total penghasilan para pengumpul sampah,” demikian temuan hasil survei SWI.
Saat ini, semua AMDK bermerek, dari market leader sampai produsen tingkat lokal, menggunakan kemasan plastik jenis PET untuk kemasan botol air minum. Namun, secara kuantitas jumlah sampah plastik PET untuk industri daur ulang ternyata masih belum mencukupi di dalam negeri.
Ekonomi sirkular bisa menambahkan PDB
Sementara itu, menurut Data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan bahwa dari total sampah nasional per tahun, sampah plastik menguasai 5 persen atau 3,2 juta ton dari total sampah.
“Dari jumlah 3,2 juta ton timbulan sampah plastik, produk AMDK bermerek menyumbang 226 ribu ton atau 7,06 persen. Sebanyak 46 ribu ton atau 20,3 persen dari total timbulan sampah produk AMDK bermerek merupakan sampah AMDK kemasan gelas plastik,” demikian laporan tersebut.
Selain volume timbulan, AMDK plastik berukuran di bawah 1 liter seperti gelas plastik terbukti sangat sulit untuk dikumpulkan dan dianggap tak bernilai untuk didaur ulang.
Padahal menurut Kasubdit Prasarana dan Jasa Direktorat Jenderal PSLB3 KLHK Edward Nixon Pakpahan, selain punya nilai ekonomi tinggi, bisnis sirkular dengan penekanan daur ulang sampah plastik dan non-plastik, juga bermanfaat besar pada lingkungan.
“Manfaat besar ini terutama dari berkurangnya limbah di setiap sektor usaha hingga sebesar 18-52 persen pada 2030,” kata Nixon saat Webinar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) di Jawa Timur beberapa waktu lalu (24/9/2022).
“Ekonomi sirkular dari bisnis pendaurulangan sampah berpotensi menghasilkan tambahan PDB sebesar Rp593-Rp638 Triliun dari lima sektor usaha pada 2030,” lanjutnya.
Bahkan dari sisi manfaat sosial, Nixon mengatakan pengelolaan sampah secara sirkular ini bisa menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru dan menambah tabungan rumah tangga hampir 9 persen.