Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan putusan atau vonis terhadap terdakwa penyelewengan dana donasi korban pesawat jatuh Lion Air JT-610 dari PT Boeing yakni Ibnu Khajar.
Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhi hukuman pidana 3 tahun penjara kepada Presiden ACT periode 2019-2022 itu.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa 3 tahun penjara dikurangi masa tahanan," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Hariyadi dalam sidang yang dibacakan, Selasa (24/1/2023).
Majelis hakim menyatakan terdakwa Ibnu Khajar secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta melakukan penggelapan dalam jabatan atas dana donasi untuk korban pesawat jatuh dari PT Boeing.
Dengan begitu, majelis hakim menyatakan Ahyudin melanggar pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer jaksa penuntut umum.
Baca juga: Ini Pertimbangan Majelis Hakim Vonis Pendiri ACT Ahyudin 3,5 Tahun Penjara
"Menyatakan terdakwa Ibnu Khajar terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan penggelapan dalam jabatan sebagaimana dakwaan primer," kata Hakim Hariyadi.
Putusan ini sendiri lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum terhadap Ibnu Khajar.
Sebagaimana diketahui, Ibnu Khajar dituntut pidana 4 tahun penjara atas perkara tersebut.
Dalam kasus ini diketahui ada tiga terdakwa, di antaranya Presiden ACT Ibnu Khajar, mantan Presiden ACT Ahyudin, dan Vice President Operational ACT yakni Hariyana Hermain.
Baca juga: Hadapi Sidang Putusan, Pendiri ACT Ahyudin Hadir Secara Online dari Rutan Bareskrim Polri
Ketiganya dituntut hukuman empat tahun penjara atas kasus penggelapan dana bantuan sosial untuk para korban kecelakaan Pesawat Lion Air 610 yang jatuh pada 29 Oktober 2018 lalu akibat kegagalan teknis.
JPU menilai, bahwa tiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakini melakukan penggelapan dana bantuan sosial untuk keluarga korban kecelakaan Pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610.
Baca juga: Pendiri ACT Ahyudin Minta Maaf Kepada Pemerintah dan Keluarga Ahli Waris Korban Lion Air JT-610
Tindakan yang dilakukan ketiganya pun dinilai sudah meresahkan masyarakat.
“Perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan bagi masyarakat,” ungkap JPU dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, dikutip dari Kompas.com, Selasa (27/12/2022).
Yayasan ACT Gunakan Dana Bantuan Sebesar Rp117 Miliar
JPU mengatakan bahwa Yayasan ACT sudah menggunakan dana bantuan dari Boeing Community Investment Fund (BCIF) senilai Rp117 miliar.
Yayasan ACT menerima dana dari BCIF untuk keluarga korban kecelakaan Pesawat Lion Air sebanyak Rp138.546.388.500.
Namun, dana bantuan yang diberikan kepada keluarga korban kecelakaan Pesawat Lion Air hanya sebanyak Rp20.5663.857.503.
Dana BCIF yang digunakan oleh para terdakwa tersebut tidak sesuai dengan implementasi dari Boeing.
Dana itu malah digunakan bukan untuk kepentingan pembangunan fasilitas sosial, sebagaimana yang ditentukan dalam protokol BCIF.
“Perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian bagi masyarakat, khususnya bagi ahli waris korban dan penerima manfaat dari bantuan sosial BCIF,” tegas JPU.
“Terdakwa menikmati hasil tindak pidana,” imbuh JPU.
Maka, atas perbuatan tiga terdakwa petinggi ACT tersebut, mereka terbukti melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat 91) ke-1 KUHP.
Hal yang Memberatkan dan Meringankan Hukuman Terdakwa
JPU mengatakan, bahwa terdapat hal yang memberatkan dan meringankan hukuman ketiga terdakwa.
"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan luas bagi masyarakat," ungkap JPU, Selasa (27/12/2022).
JPU juga menilai bahwa para terdakwa membuat kerugian kepada masyarakat.
Terutama kerugian kepada hali waris korban dan penerima manfaat dari dana sosial BCIF.
"Terdakwa telah menikmati hasil tindak pidana," ungkap JPU.
Selanjutnya, yakni mengenai hal yang meringankan ketiga terdakwa adalah mereka berperilaku sopan dan kooperatif saat persidangan.
Selain itu, para terdakwa juga belum pernah dihukum sebelumnya.