TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (MPO APDESI), Muhammad Asri Anas, angkat bicara soal wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun.
Anas menilai, wacana tersebut merupakan goodan dari partai politik (parpol) dan para politisi menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024 mendatang.
Lanjutnya, ia mengatakan, partai politik dan politisi yang menggaungkan wacana perpanjangan periode itu tidak berdinamika membicarakan substansi.
"Kami menganggap bahwa ini godaan dari, ya mohon maaf ya, saya sebut saja partai politik, politisi ini kok enggak berdinamika bicara tentang substansi," kata Anas, dalam diskusi daring Gelora Talks, Rabu (25/1/2023).
Menurutnya, partai politik dan politisi terkesan mencari suara melalui godaan yang ditujukan kepada para Kepala Desa dan Badan Permusyatawatan Desa (BPD).
"Lebih pada menggoda teman-teman Kepala Desa dan BPD bagaimana memperpanjang masa jabatan," jelasnya.
Anas mengatakan, hal tersebut tidak benar untuk dilakukan.
Terlebih ia menjelaskan, hal itu membuat APDESI terbelah.
"Ada yang tergoda (perpanjangan masa jabatan) dan ada yang menganggap udah 6 tahun 3 periode udah cukup. Udah luar biasa itu kalau periodisasi," tutur Anas.
Ribuan Kepala Desa Demo di Gedung DPR
Ribuan perangkat desa dan sejumlah kepala desa se-Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Tasikmalaya turut berangkat ke Jakarta untuk melakukan aksi unjuk rasa pada Rabu (25/1/2023).
Target aksi unjuk rasa mereka yakni di depan Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dan Gedung DPR RI.
Para perangkat desa ini membawa tiga tuntutan dalam aksinya.
Meliputi meminta kejelasan status perangkat desa, meminta peningkatan kesejahteraan perangkat desa, dan meminta penerbitan Nomor Induk Perangkat Desa (NPID) nasional.