News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Perppu Cipta Kerja

Perppu Cipta Kerja Dinilai Jadi Solusi Agar Tidak Ada Penyalahgunaan Kekuasaan

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengamat Politik dan Hukum Ketatanegaraan dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Agus Riewanto.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) mencuat akhir-akhir ini. 

Pakar hukum tata negara di UNS Agus Riewanto menyatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) hanya menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat yang berarti sebatas hanya cara pembuatannya saja perlu diperbaiki namun isi (materiilnya) dianggap perlu oleh negara.

Riewanto menjelaskan, jika saja Perppu Cipta Kerja yang sama seperti omnibus law tidak ada saat ini maka kinerja Presiden dapat dianggap penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

“Perppu itu untuk memberikan kepastian pemerintah bisa bekerja berdasarkan hukum. Kalau tidak ada maka abuse of power. Maka dalam perspektif hukum tata negara lebih baik pemerintah berjalan meski aturannya salah ketimbang tidak ada aturan,” kata Riewanto pada webinar nasional Moya Institute bertajuk Perppu Cipta Kerja dan Antisipasi Resesi Global, Jumat (27/1/2023).

Sebelumnya diberitakan, Perppu Cipta Kerja dinilai merupakan solusi lain UU Ciptaker yang dinyatakan Mahkamah Konstitusi tahun 2020 inkonstitusional bersyarat dan harus diperbaiki hingga dua tahun ke depan.

Diketahui, Presiden Jokowi pada akhir tahun lalu menerbitkan Perppu Cipta Kerja tersebut untuk legitimasinya menghadapi resesi global dan saat ini sedang dalam pembahasan di parlemen.

Kemudian, Rektor ITB-Ahmad Dahlan Mukhaer Pakkanna mengungkapkan, Perppu Cipta Kerja yang diterbitkan belum lama ini tujuannya pun masih sama guna memperluas lapangan kerja, mengurangi pengangguran, serta terutama menyasar imasuknya nvestasi.

Hanya saja Mukhaer menyoroti mengenai makna kegentingan memaksa sesuai UUD 1945 yang definisinya ditentukan Presiden sehingga dapat dianggap menjadi subyektivitas mengesahkan Perppu Cipta Kerja.

Sedangkan Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas menuturkan, berdasarkan survei tingkat kepercayaan publik terhadap kemampuan Jokowi mampu membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi masih terbilang tinggi mencapai 75 persen.

Oleh sebab itu berpengaruh pula pada tingkat kepuasan kinerja Presiden dalam kaitan mendukung terbitnya Perppu Ciptaker sebagai solusi mengatasi ancaman resesi global mencapai 60 persen.

Survei dilakukan juga memperoleh hasil, kata Sirojudin, bahwa dari 22 persen publik yang mengetahui penerbitan Perppu Ciptaker dan ancaman resesi global, sebanyak 51 persen nyatanya setuju kehadiran regulasi tersebut.

Baca juga: Perppu Cipta Kerja Dinilai Bentuk Pelanggaran Putusan MK dalam Perkara Pengujian Formil UU Ciptaker

Sementara itu Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto dalam webinar menyampaikan, masalah Cipta Kerja memerlukan perhatian serius karena menyangkut hajat dan kepentingan publik yang mempengaruhi sektor perekonomian nasional.

Diteken Jokowi

Sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja.

Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan bahwa penerbitan Perppu 2 tahun 2022 tersebut murni karena alasan mendesak sebagaimana putusan MK Nomor 138/PUU/VII/2009.

“Karena ada kebutuhan yang mendesak ya kegentingan memaksa untuk bisa menyelesaikan masalah hukum secara cepat,” kata Mahfud di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat, (30/12/2022).

Mahfud mengatakan terdapat 3 alasan penerbitan Perppu dalam putusan tersebut, yakni mendesak, ada kekosongan hukum maupun upaya memberikan kepastian hukum.

Tiga alasan tersebut dinilai cukup untuk menerbitkan Perppu nomor 2 tahun 2022.

Baca juga: Perppu Cipta Kerja Bakal Segera Dibacakan di Paripurna DPR

"Oleh sebab itu pemerintah memandang ada cukup alasan untuk menyatakan bahwa diundangkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini didasarkan pada alasan mendesak seperti tadi disampaikan oleh Bapak Menko Perekonomian yaitu misalnya dampak perang Ukraina ya yang secara global maupun nasional mempengaruhi negara-negara lain termasuk Indonesia," Kata Mahfud.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini