TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho menyebut peradilan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J 'mahal'.
Ia pun menjelaskan alasan mengapa dirinya menyebut 'mahal' untuk peradilan kasus kali ini.
Satu di antaranya karena menghadirkan berbagai saksi ahli, mulai dari Ahli Digital Forensik hingga Psikologi Forensik.
"Melihat bukti yang sudah begitu mahal, peradilan ini mahal loh. Coba bayangkan, saksi ahli kaitannya Digital Forensik, Kedokteran Forensik, Linguistik Forensik, Psikologi Forensik, itu biayanya mahal semua itu," kata Hibnu, dalam tayangan Kompas TV, Senin (30/1/2023).
Oleh karena itu, kata dia, banyaknya biaya yang dikeluarkan negara untuk persidangan kasus yang menyita perhatian publik ini tentu harus dikawal bersama.
Ia menegaskan bahwa publik berharap peradilan yang independen dan bebas dari intervensi siapapun, Hakim pun harus bersikap objektif dalam menjatuhkan vonis terhadap para terdakwa.
"Ini peradilan sungguh mahal, oleh karena itu, biaya yang mahal yang dikeluarkan oleh negara dalam mengungkap berita ini, paling tidak kita menginginkan Hakim berpikir objektif melihat bahwa 'inilah sebetulnya bagian dari peradilan juga'," tegas Hibnu.
Baca juga: Bukan Takut pada Perintah, Jaksa Sebut Bharada E Tembak Brigadir J Karena Loyal kepada Ferdy Sambo
Hibnu kemudian menekankan bahwa objektivitas ini diperlukan agar menunjukkan konsep sebenarnya dari peradilan, yakni tidak hanya menjatuhkan hukuman terhadap para pelaku, namun juga menimbulkan aspek deterrent atau membuat orang takut untuk melakukan pelanggaran hukum.
"Karena apa? Konsep peradilan itu sebetulnya bukan hanya menjatuhkan hukum, tapi juga bagaimana dengan putusan berdampak aspek deterrent terhadap pelaku-pelaku yang lain," pungkas Hibnu.
Dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (30/1/2023), terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu menjalani sidang replik yang berisi jawaban dari JPU terhadap permintaan terdakwa Richard untuk bebas dari segala tuntutan.
Pada hari ini pula, terdakwa Putri Candrawathi pun akan menjalani sidang replik.
Baca juga: Jaksa: Pleidoi Pengacara Putri Candrawathi Menjerumuskan Kliennya
Sementara itu dalam sidang lanjutan yang digelar pada 17 Januari lalu, JPU menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman pidana penjara seumur hidup.
Ferdy Sambo pun telah menyampaikan nota pembelaan atau pledoi pada 24 Januari lalu.
Lalu untuk tuntutan yang diajukan JPU terhadap istri Ferdy Sambo yakni Putri Candrawathi pada 18 Januari lalu adalah pidana 8 tahun penjara.