Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) perdana menjalankan tugasnya per Rabu (1/2/2023) hari ini.
Juru Bicara MK, Fajar Laksono mengatakan MKMK bertugas untuk memeriksa, menemukan fakta dan kronologi terkait dugaan perubahan substansi putusan soal pencopotan hakim Konstitusi Aswanto.
Masa kerjanya MKMK, kata Fajar, dimulai sedari hari ini hingga 1 maret 2023.
"Hari ini sudah dimulai, ada rapat perdana jam 14 oleh toga anggota majelis kehormatan yang tentu penting untuk menyusun kerangka kerja," kata Fajar saat dihubungi, Rabu (1/2/2023).
Baca juga: Advokat Lapor 9 Hakim MK Ke Polisi Soal Perubahan Substansi Putusan
Fajar berharap MKMK dalam kerjanya dapat segera menggali dan menemukan fakta secepatnya terkait perkara perubahan substansi ini.
"Tentu ini semua berharap dalam waktu paling lama 30 hari kedepan kita sudah tahu hasilnya, sebetulnya faktanya seperti apa," harapnya.
Sebelumnya, MK telah angkat bicara soal perubahan/perbedaan subtansi putusan MK pada perkara nomor 103/PUU-XX/2022 soal uji materil Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK.
Hakim MK Enny Nurbanigsih mengatakan pihaknya akan menyelesaikan permasalahan ini melalui lembaga baru yang dibuat dan akan segera bekerja mulai tanggal 1 Februari.
Lembaga tersebut ialah MKMK yang sebelumnya adalah Dewan Etik MK.
“Oleh karenanya, supaya ini lebih fair, independen, kami serahkan ke MKMK untuk menyelesaikan persoalan ini. Jadi begitu intinya. Kemudian MKMK akan segera bekerja, itu mulai tanggal 1 Februari,” Kata Enny dalam konferensi persnya didampingi Ketua MK Anwar Usman, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (20/1/2023).
Dalam Keanggotan MKMK, turut bergabung satu orang hakim aktif, yakni Enny, satu orang tokoh masyarakat yang paham ihwal hukum serta konstitusi dan satu orang akademisi.
Isi Putusan
Sebelumnya, perbedaan ini ditemukan advokat Zico Leonard Diagardo Simanjuntak selaku pemohon dalam perkara itu.
Ia mendapati bahwa frasa yang dibacakan hakim MK Saldi Isra dalam sidang berbeda dengan risalah sidang yang ia terima, yakni dari "dengan demikian..." menjadi "ke depan..."
"Pada saat dibacakan itu hakim konstitusi Saldi Isra ngomongnya, 'dengan demikian hakim konstitusi hanya bisa diganti jika sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UU MK'," kata Zico beberapa waktu lalu.
"Tapi di putusan dan risalah sidang, risalah lho, notulen sidang itu, itu kata-katanya 'ke depan',
'ke depan hakim konstitusi hanya boleh diganti sesuai dengan Pasal 23," ujar Zico.
Baca juga: Advokat Lapor 9 Hakim MK Ke Polisi Soal Perubahan Substansi Putusan
Secara utuh, menurut dia, yang dibacakan Saldi selengkapnya adalah, “Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 Ayat (2) UU MK…”
Sementara itu, dalam salinan putusan dan risalah persidangan tertulis: “Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 Ayat (2) UU MK…”
Perbedaan putusan ini dinilai bakal berimplikasi terhadap proses penggantian hakim konstitusi Aswanto dengan Guntur Hamzah yang dilakukan sepihak oleh DPR dan menciptakan kerancuan.
Sebab, jika sesuai yang disampaikan Saldi di sidang, pergantian hakim konstitusi harus sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UU MK sehingga penggantian Aswanto tidak boleh dilakukan.
"Cuma di salinan putusannya malah bilang ke depan, maknanya kan jadi berubah. Kalau ke depan berarti Aswanto diganti enggak apa-apa karena sudah terlanjur," ujar Zico. Ia menuturkan, perbedaan substansi itu juga bakal berdampak terhadap gugatan yang tengah bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara yang mempersoalkan penggantian Aswanto.