Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengatakan soal reshuffle atau perombakan menteri di kabinet kerja merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Menurutnya setiap partai politik dalam koalisi pemerintahan harus dapat memahami hal tersebut, termasuk NasDem.
"Jadi kalau ada yang mengatakan reshuffle lah, ini lah, yah kita memang harus bisa pahami," kata Surya Paloh usai menemui Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Nelly Murni, Jakarta Barat, Rabu (1/2/2023).
Ia menyampaikan reshuffle kabinet merupakan bagian dari proses pematangan dan kematangan dalam berpolitik.
"Ini proses dalam pematangan dan kematangan berpolitik di negeri ini," ujarnya.
Baca juga: Surya Paloh Sebut Reshuffle Masalah Sederhana: Itu Sepenuhnya Hak Prerogatif Presiden
Surya Paloh sendiri meyakini bahwa Presiden Jokowi punya kehendak memprioritaskan untuk menjaga suasana koalisi partai politik pemerintahan tetap kondusif di tengah terpaan isu yang berembus di luar.
Dalam kesempatan yang sama Paloh turut menegaskan bahwa Nasdem sampai detik ini masih menjadi bagian dari pemerintahan kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Maruf Amin.
Nasdem kata dia, sangat berkepentingan terhadap keberhasilan rakyat Indonesia.
Baca juga: Sekjen Rekat Indonesia Sebut Reshuffle Kabinet Bukan Hal Istimewa
Surya Paloh menyatakan Nasdem tetap akan mendukung Presiden Jokowi dan membantu menuntaskan seluruh produk administrasi pemerintahan hingga masa jabatannya berakhir.
"Hal lain barangkali adalah apa yang dikatakan Partai Nasdem sampai saat ini masih bagian tidak terlepaskan dari maju mundurnya jalannya administratif pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dan Maruf Amin," ujarnya.
Jokowi Bertemu Surya Paloh
Isu reshuffle kabinet muncul sejak akhir 2022 setelah Partai NasDem mendeklarasikan dukungan terhadap Anies Baswedan untuk menjadi calon presiden atau Capres 2024.
NasDem mendeklarasikan dukungan terhadap Anies Baswedan pada 3 Oktober 2022.