Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Advokat muda Zico Leonard Djagardo Simanjuntak mengungkap alasan dirinya bersikeras memperkarakan dugaan pengubahan terkait putusan pencopotan hakim konstitusi Aswanto.
Hal ini disampaikannya dalam wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di kantor Tribun Network, Jakarta Pusat, Jumat (3/2/2023).
Zico mengaku tidak kenal dekat dengan hakim konstitusi Aswanto, meski dirinya sering bertemu ketika berperkara di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Secara personal enggak (kenal dekat). Di ruang sidang sering (bertemu) dulu, enggak pernah berhubungan,” kata Zico.
“Karena kan tidak etis kalau saya sama dia berhubungan, (karena berpotensi melanggar etika) enggak boleh,” lanjut dia.
Baca juga: Zico Berharap MKMK Transparan Usut Dugaan Pengubahan Putusan Hakim Aswanto
Di sisi lain, meski tak mengenal dekat Aswanto, namun Zico melihat bahwa sosok hakim konstitusi itu merupakan dari sembilan hakim yang objektif dalam melihat sebuah perkara, khususnya terkait UU Cipta Kerja.
Hal ini lah yang mendasarinya menyoroti betul dugaan pengubahan terkait putusan pencopotan hakim konstitusi Aswanto.
“Beliau objektif. Jadi dia salah satu dari 3-4 hakim yang objektif di MK. Nah itu mereka masih cukup objektif,” kata Zico.
“Kan ada 5, di uu ciptaker itu 5-4. 5 mengabulkan, 4 menolak. Aswanto ini masuk yang kelima itu. Jadi dia masih objektif. Objektif, jangan selalu salah, jangan selalu benar,” lanjut dia.
Seperti diketahui, sembilan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dilaporkan advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak ke Polda Metro Jaya, Rabu (1/2/2023).
Laporan dibuat terkait dugaan perubahan substansi putusan perkara nomor: 103/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU MK yang membahas pencopotan Hakim Aswanto.
Zico diwakilkan tiga kuasa hukumnya, yakin Leon Maulana Mirza Pasha, Rustina Haryati, dan Angela Claresta Foekh.
"Hari ini kita baru saja membuat laporan polisi. Pada laporan kali ini kita membuat laporan 9 hakim konstitusi dan juga 1 panitera, 1 panitera pengganti atas adanya dugaan tindak pidana pemalsuan dan menggunakan surat palsu," kata Leon kepada awak media ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
"Sebagai mana salinan putusan dan juga risalah sidang dan juga dibacakan dalam persidangan terkait dengan subtansi putusan," tambahnya.
Pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi
Untuk diketahui, pembentukan MKMK ini merespons dugaan perubahan substansi putusan perkara nomor: 103/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU MK yang membahas pencopotan Hakim Aswanto.
Pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) ini sebagaimana diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang diikuti oleh sembilan hakim konstitusi pada Senin (30/1/2023).
Baca juga: Siapa Pengacara Muda yang Bongkar Berubahnya Kalimat dalam Vonis Hakim MK? Ini Profil Zico Leonard
Hasil rapat tersebut, MK menyepakati bahwa penyelesaian kasus tidak dilakukan oleh hanya hakim konstitusi, melainkan akan diselesaikan melalui MKMK.
"Oleh karena itu lah, kemudian supaya ini bisa lebih fair, independen, kami serahkan kepada MKMK untuk menyelesaikan persoalan ini," kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Libatkan Eks Hakim Konstitusi
Terkait anggota MKMK ini, akan mengacu pada UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK, yang diisi antara lain Hakim aktif, tokoh masyarakat, dan akademisi.
Enny menyatakan, ia telah ditunjuk menjadi hakim konstitusi yang masuk dalam Majelis Kehormatan. Sementara mantan hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna akan menjadi perwakilan dari tokoh masyarakat.
"Sementara kita tahu dewan etik keanggotannya masih aktif yaitu Prof Sudjito, maka kepada beliau itu dilanjutkan sebagai bagian keanggotaan dari MKMK," jelasnya.
MKMK akan bekerja mulai tanggal 1 Februari 2023.
"Pada prinsipnya kami akan segera bekerja secepat mungkin supaya segala sesuatunya menjadi terang benderang," jelas Enny.
Sebelumnya diberitakan, perubahan substansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK diduga disengaja.